|
Penitipan anak kerap jadi alternatif orangtua yang bekerja. |
PENITIPAN anak atau biasa disebut
child day care belakangan menjadi alternatif terakhir pasangan orangtua yang super sibuk dan hampir tak ada waktu mengurus buah hati mereka. Sebab, di kawasan ini, anak mempunyai pengasuh yang akan mengawasi sang anak semenjak pagi hingga sore hari.
Meski ketika ini banyak kawasan penitipan anak (TPA) yang mengatakan kemudahan lengkap plus pendidikan tambahan, tetapi bimbingan orangtua dinilai para pakar tetap jauh lebih bagus. Namun, bila menitipkan anak merupakan langkah terakhir yang harus diambil, orangtua harus tetap memperhatikan serta menyeimbangkan kebutuhan emosional anak.
"Agar anak tetap merasa erat dengan orangtuanya, jangan sekalipun mengabaikan kebutuhan emosional anak. Dengan begitu akan tercipta korelasi emosional antara keduanya. Sebab, bagaimanapun juga korelasi antara orangtua dan anak berbeda dibandingkan antara anak dengan pengasuh," terang Agung B Siregar, Psi, Psikolog Kota Batam.
Apalagi, pemenuhan kebutuhan emosional tersebut bukan sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Bisa dengan jalan-jalan ke mal, main game bareng, liburan ke pantai, bahkan bisa juga hanya dengan mengobrol. Karena selama mengobrol, antara anak dan orangtua akan terjalin komunikasi.
"Saat anak berada di penitipan mulai pagi hingga jam lima sore, mereka berada di tangan orang lain yang ketika itu berperan sebagai pengasuh. Itu artinya orangtua hanya mempunyai sedikit waktu bersama buah hati. Jika waktu yang tersisa tersebut tidak dimanfaatkan sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan emosional anak, dikhawatirkan korelasi keduanya akan jauh," jelasnya.
Bukan hanya masalah emosional, keputusan untuk menitipkan anak juga harus mempertimbangkan usia si anak. Bagi anak yang telah berusia di atas tiga tahun, sebaiknya tidak dititipkan di TPA. Itu alasannya ketika usia tersebut anak sudah sanggup membedakan mana orangtua dan mana pengasuh. Sehingga, bisa jadi anak susah mengikuti keadaan dengan lingkungan tersebut. (*)
Perhatikan Pola Asuh SEBELUM tetapkan untuk memasukkan anak pada kawasan penitipan anak (TPA), ada beberapa hal yang bisa menjadi pertimbangan terutama terkait kebutuhan psikologis anak. Sebab, tak bisa dipungkiri bila belakangan TPA atau Child Day Care justru menjadi tren atau mode tanpa memperhatikan kebutuhan anak yang sebenarnya.
Bahkan, tidak sedikit orangtua yang menitipkan anaknya alasannya tidak ingin repot mendidik anak atau mengajari aneka macam ketrampilan bagi sang buah hati. Mereka berpikir semakin cepat memasukkan anak pada Child Day Care semakin cepat pula anak pintar.
"Dalam menentukan TPA, orangtua sebaiknya mempelajari dulu bagaimana contoh pengasuhan anak. Sehingga, begitu anak kembali ke rumah tidak akan terjadi perubahan cara mengasuh yang begitu besar," terang Psikolog Batam, Agung B Siregar, Psi.
Apabila contoh pengasuhan orangtua terutama ibu dengan cara yang lemah lembut, sebaiknya mencari TPA dengan contoh yang sama. Selain itu, program-program apa yang diberikan pada anak selama dalam masa pengasuhan (jika ada-red) juga mesti diperhatikan.
Sebab, santunan materi yang terlalu cepat dibanding usia anak akan berdampak kurang baik bagi mereka. Itu alasannya setiap materi pendidikan harus disesuikan dengan usia anak. Materi berhitung misalnya, belum boleh diberikan untuk anak di bawah enam tahun dan lain sebagainya.
Jika melihat hasil penelitian para ahli, kebutuhan dasar anak pada masa bayi (baru lahir) hingga kurang lebih satu tahun terbagi menjadi dua ialah kebutuhan yang bersifat biologis dan psikologis. Kebutuhan biologis, menyerupai makan, minum, pakaian, dan segala urusan pencernaan. Sedangkan kebutuhan psikologis menyerupai kebutuhan akan rasa aman, merasa diri dicintai dan diperhatikan, dan kebutuhan untuk dilindungi.
Karenanya, dibutuhkan figur orangtua dan contoh pengasuhan yang konstan dan stabil sehingga sang anak bisa mempercayai dan meyakini bahwa orang tuanya selalu siap menanggapi kebutuhannya. Jika ternyata dalam prosesnya terjadi kendala yang menjadikan korelasi antara keduanya terganggu, contohnya orangtua terlalu sibuk, maka sang anak akan berpikir dirinya tak lagi dicintai. Anak berpikir begitu alasannya contoh pikir mereka yang masih egosentris.
Masalahnya, anak yang tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang konstan di tahun pertama kehidupannya, akan tumbuh
basic mistrust dalam diri mereka. Ia akan merasa kurang percaya diri (karena beliau menghadapi kenyataan menurut persepsinya bahwa dirinya ditolak atau pun diabaikan) dan kurang dicintai oleh orangtuanya.
Anak tersebut juga akan tumbuh menjadi orang yang sulit mempercayai orang lain alasannya semasa kecilnya ia tidak mendapatkan kehadiran orang renta yang konstan, stabil dan
predictable. Ketidakmampuan untuk mempercayai baik diri sendiri maupun orang lain berpotensi menjadi masalah di kemudian hari jikalau masalah ini tidak diselesaikan semenjak dini.
Dengan dasar tersebut, orangtua bisa berfikir kembali apakah anak memang harus dititipkan pada TPA atau lebih cantik diawasi sendiri. Jika pilihan kedua merupakan jalan terbaik, bisa memanfaatkan jasa
baby sitter sebagai pendamping orangtua di rumah.
"Meski keberadaan baby sitter tidak akan sebaik diasuh sendiri, tetapi setidaknya orangtua akan lebih gampang dalam hal pengawasan maupun pengarahan contoh asuh yang sesuai dengan impian orangtua," terang Agung. (*)