PERNAHKAH Anda mendapati si kecil tiba-tiba mengucapkan kata-kata bernafsu atau jorok dikala mereka sedang kesal atau bercanda? Jika iya, hal tersebut patut diwaspadai. Sebab, meski terkadang anak tidak mengerti makna kata jorok yang beliau ucapkan, bila dibiarkan sanggup jadi kebiasaan.
"Saat anak sedang berguru bicara, mereka lebih banyak memalsukan apa yang ada di sekelilingnya. Itu masuk akal alasannya ialah dalam usia belajar, anak akan sangat gampang menyerap segala macam frase yang mereka dengar,"jelas Agung B Siregar, Psikolog Anak kota Batam.
Menurut para ahli, kata-kata kotor dan umpatan biasanya dikenal sebelum usia enam tahun. Pada usia yang masih sangat muda ini, umumnya anak masih belum memahami arti perkataannya. Namun demikian, mereka gemar mengucapkan kata-kata tersebut. Apalagi dikala melihat reaksi orang-orang yang ada di sekelilingnya dikala kata-kata tersebut diucapkan.
"Sebisa mungkin orangtua dan orang yang ada di rumah menghindari memakai kata-kata yang tidak sepadan untuk anak-anak. Meskipun tidak tertutup kemungkinan anak mendapat kata-kata bernafsu dan jorok dari oranglain,"katanya.
Agar anak tidak melanjutkan kebiasaan kurang terpuji tersebut dibutuhkan tugas aktif dari orangtua. Dan sebisa mungkin orangtua harus selalu mengingatkan anak semoga tidak berkata bernafsu dan kotor.
"Perlu tindakan tegas dari orangtua semoga anak tidak melanjutkan kebiasaan melontarkan kata-kata kotor. Bahkan jikalau memungkinkan minta setiap orang remaja yang berdekatan dengan anak untuk selalu mengingatkan dikala anak mengucapkan kata-kata kotor,"ungkapnya.
Sebut saja kerjasama dengan pengasuh anak, pembantu, atau bahkan dengan guru bila anak sudah sekolah baik playgroup maupun taman kanak-kanak. Melalui kerjasama dengan orang remaja diperlukan kontrol terhadap anak sanggup dilakukan dengan lebih ketat. (*)
Jangan Hukum Anak MEMANG tidak menyenangkan menghadapi kenyataan anak yang biasanya bersikap cantik dan sopan tiba-tiba mempunyai kebiasaan berkata kotor berbau porno maupun umpatan. Namun bila ternyata Anda harus menghadapi kondisi tersebut sebisa mungkin jangan menghukum anak.
"Yang sanggup dilakukan orangtua ialah menawarkan peringatan tegas semoga anak tidak kembali mengucapkan kata-kata yang tidak pantas dan tidak senonoh,"jelas Agung B Siregar, Psikolog Anak kota Batam.
Mengingat anak belum mengerti benar makna kata-kata yang dilontarkannya, orangtua jangan menghukum anak. Apalagi dengan tindakan kekerasan menyerupai memukul atau menampar anak dengan keinginan anak akan kapok.
Sebab, tindak kekerasan yang dilakukan orangtua tersebut justru sanggup memunculkan stress berat yang mendalam pada anak. Jalan yang paling bijak semoga anak tidak mengulangi perbuatannya ialah dengan menawarkan pola bagaimana berkata-kata dengan baik.
Apalagi, bukan mustahil orangtua kelepasan berbicara kata-kata yang bahu-membahu kurang pantas didengarkan anak kecil. Keteledoran orangtua tersebut sanggup memunculkan kemungkinan anak menirukan ucapan orangtua.
Anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang tidak menawarkan teladan berbicara yang baik dan benar, akan dengan entengnya mengucapkan kata-kata apa pun yang didengarnya. Apalagi jikalau lingkungan itu justru memperlihatkan reaksi positif jikalau anak mengucapkan kata-kata kotor. Misalnya, menyoraki dan menertawakan anak yang berkata-kata kotor. Tindakan itu akan menciptakan anak merasa bahagia dan mendapat derma jikalau mengucapkan kata-kata kotor. (*)
Selektif Pilih Program Televisi HAL lain yang tak boleh diabaikan semoga anak terbebas dari kebiasaan mengungkapkan kata-kata kotor ialah selektif dalam menentukan tayangan televisi. Sebab, dari kotak elektronik ini anak sanggup mendapat aneka kosakata termasuk kata-kata jorok dan kotor.
"Jika anak memang akan menonton televisi, sebisa mungkin orangtua mendampingi mereka. Sehingga bila ada kata-kata bernafsu dan jorok yang tak layak diucapkan, orangtua sanggup pribadi mengingatkan anak,"kata Agung B Siregar.
Maraknya tayangan yang memberikan kata-kata vulgar berbau umpatan tentu saja meresahkan orangtua yang mempunyai anak khususnya anak balita. Sebab, meski mereka tidak tahu makna kata-kata yang didengarnya kadang anak tetap saja menirukan apa yang ditangkapnya.
Bahkan kini ini ada juga kegiatan televisi bawah umur tapi di dalamnya berisi kata-kata yang kurang pantas untuk didengat anak-anak. Misalnya film kartun atau film bawah umur lainnya. Seleksi tayangan televisi yang ketat perlu diberlakukan jikalau memang anak akan mengadopsi perbendaharaan kata-kata kotor dari televisi.
Bukan hanya tayangan televisi, lirik-lirik lagu yang kadang berisi kata-kata kurang pantas dinyanyikan bawah umur juga harus diwaspadai. Begitu juga aneka buku-buku bacaan baik buku dongeng ataupun komik. Tidak jarang dalam buku tersebut tercantum kata-kata yang bahu-membahu kurang pantas jikalau diucapkan anak. (*)