ULAH anak yang kadang menciptakan kesal memang selalu menguji kesabaran para orangtua. Apalagi bila buah hati merupakan tipe anak yang cenderung sulit untuk diarahkan. Meski sudah diberi klarifikasi berkali-kali tetap saja anak melaksanakan hal yang dihentikan oleh orangtuanya.
Namun, sebagai orangtua tentu saja tidak dibenarkan memarahi anak secara membabi buta apalagi disertai aksi menyerupai memukul maupun mencubit. Selain hasilnya tidak efektif, anakpun justru berpotensi menggandakan perbuatan orangtua yakni melaksanakan tindakan agresi.
"Untuk mengarahkan anak biar tidak melaksanakan kesalahan tidak harus dilakukan dengan kemarahan. Meski harus diakui kondisi orangtua memang jarang berada dalam posisi emosi yang stabil dan bisa terus bersikap baik,"terang Evy Rakryani, Psikolog kota Batam.
Ketidakstabilan emosi orangtua tersebut terkadang bisa memicu rasa murka orangtua pada anak. Terlebih bila orangtua kurang mempunyai kemampuan mengelola rasa murka biar tidak keluar secara tidak terkendali.
"Cara paling efektif untuk mengendalikan anak tanpa harus menumpahkan kemarahan atau bahkan tindakan berangasan yakni dengan mengajak anak berdiskusi dan menawarkan klarifikasi disertai alasan,"terang Evy.
Sebab, bila anak dihentikan tanpa tahu kenapa hal tersebut tidak boleh dilakukan, tetap saja anak tidak bisa memahami kenapa harus berdasarkan dengan orangtua. Yang terjadi akhirnya, kalaupun anak mau menuruti larangan orangtua semua itu dilakukan hanya lantaran takut pada orangtua dan bukan takut akan konsekuensi atas perbuatannya.
Misalnya saja orangtua melarang anak main petasan tanpa disertai klarifikasi kenapa mereka tidak boleh main petasan. Ketidaktahuan anak terkait konsekuensi yang bisa diterima anak justru menciptakan anak memainkan petasan secara diam-diam.
"Larangan tanpa disertai alasan hanya akan berefek rasa takut anak pada orangtua. Dan bila tidak ada orangtua anak akan tetap memainkan petasan secara diam-diam. Itu lantaran anak memang tidak memahami jikalau petasan bisa membahayakan keselamatan mereka,"terangnya. (*)
Pahami juga Kebutuhan Anak MELIHAT anak yang merengek atau bahkan menangis andal di tengah keasikan Anda berbelanja di mal sudah niscaya mengesalkan. Apalagi, bila anak cukup sulit dikendalikan. Semakin diminta untuk membisu anak akan semakin menagis menjadi-jadi. Akhirnya, Anda menumpahkan kekesalan dengan memarahi anak.
Tangisan anak yang berbuntut pada amarah dan emosi tersebut sebetulnya bisa dihindari andai saja orangtua tidak mengabaikan kebutuhan anak. Sebab, tak jarang lantaran asik sendiri, orangtua lupa kalau anak juga punya kebutuhan.
"Saking asiknya jalan-jalan di mal, kadang orangtua lupa memberi makan atau minum susu pada anaknya. Dan lantaran anak merasa kelaparan atau haus, mereka menangis untuk memberikan kebutuhannya. Bila orangtua tidak memahami bahwa tangisan anak yakni cara mereka memberikan kebutuhan , orangtua justru memarahi anak,"terang Evy Rakryani.
Sehingga, ketika mendapati anak rewel atau merengek terutama anak yang masih belum bisa bicara, sebaiknya orangtua memastikan apakah kebutuhan anak memang sudah terpenuhi atau belum. Sebab, bagaimanapun juga anak mempunyai kebutuhan pokok yang jikalau diabaikan bakal menciptakan anak merasa tidak nyaman.
"Orangtua berharap kemarahan yang ditimpakan ke anak akan menciptakan anak memahami bahwa apa yang mereka lakukan itu salah. Padahal kemarahan bukan cara efektif untuk mendiamkan anak dari tangisan dan rengekan. Bahkan, rasa murka itu justru bisa memperparah tangisan anak,"katanya.
Sementara, untuk "mengendalikan" anak yang sudah lebih besar bisa dilakukan dengan menjalin komunikasi. Misalnya anak ngambek minta sesuatu, jangan lantas orangtua murka tak karuan. Sebab, kemarahan orangtua justru akan menciptakan anak semakin merajuk. Akan lebih sempurna bila orangtua menanyakan harapan anak dan berdiskusi untuk mencari jalan keluarnya. (*)
Ajari Anak Selesaikan Konflik dengan Damai RASANYA orangtua ataupun seisi rumah tidak pernah mempertontonkan adegan pemukulan jikalau sedang marah. Tapi kenapa ya si kecil selalu melaksanakan aksi berupa pukulan atau gigitan ketika marah?
Jika Anda juga mengalami hal tersebut langkah terbaik yakni segera mencari solusi biar kemarahan anak tidak selalu berakhir dengan pukulan atau gigitan. Sebab, darimana si anak menerima pelajaran memukul tak lagi penting dibandingkan dampak yang bisa ditimbulkan jikalau tindakan aksi anak semakin 'parah'.
"Bila seisi rumah tidak pernah mencontohkan anak untuk memukul ketika marah, bisa jadi anak berguru dari luar. Bisa berguru dari lingkungan sepermainan ataupun tayangan televisi. Sehingga, hal penting yang harus segera dilakukan orangtua yakni mendisiplinkan anak dari tindakan aksi tersebut,"terang Evy Rakryani.
Upaya pendisiplinan tersebut harus dilakukan sedini mungkin. Bahkan kalau bisa orangtua tidak boleh mentolerir tindakan penyerangan yang dilakukan anak ketika marah. Hanya saja, untuk mendisiplinkan anak, jangan hingga dilakukan dengan pukulan.
"Kadang ada orangtua yang justru memukul anaknya dan menyampaikan anaknya bandel alasannya yakni sudah memukul adiknya. Padahal, cara tersebut terang salah. Sebab, anak akan mempersepsikan bahwa anak yang bandel harus dipukul,"ungkapnya.
Cara terbaik yang bisa ditempuh orangtua untuk "mengendalikan" anak yang kerap melaksanakan aksi ketika murka yakni "menarik" anak dari lingkungan di mana ia melaksanakan aksi dan segera berikan pengertian.
"Ajak anak menjauh dari kawasan di mana ia melaksanakan pukulan atau gigitan. Sambil menatap mata si anak, tegaskan bahwa orangtua tidak menyukai apa yang dilakukan anak. Misalnya memukul adik gara-gara adik mengambil mainan si kakak,"jelasnya.
Jika anak masih tidak menuruti kata-kata orangtua, balikkan kondisi jikalau orang yang dipukul yakni si anak. Tetap masih menatap mata anak, tanyakan apakah ia mau juga dipukul atau tanyakan kira-kira kalau dipukul itu sakit atau tidak. Dengan feedback tersebut diperlukan anak memahami bahwa yang dilakukan anak yakni salah.
Ajarkan juga pada anak untuk menuntaskan duduk perkara tanpa harus disertai kemarahan bahkan pukulan. Minta anak melapor pada orangtua jikalau adiknya mengganggu mainan miliknya. Dengan dukungan ibu, duduk perkara bisa diselesaikan tanpa kemarahan dan pukulan.
"Intinya, orangtua harus mengajarkan bahwa anak tidak bisa menuntaskan duduk perkara dengan caranya sendiri tapi bisa minta dukungan orang berilmu balig cukup akal baik orangtuanya maupun guru di sekolah,"ungkapnya. (*)