PASANGAN suami istri yang sama-sama bekerja kini ini sudah bukan hal yang abnormal lagi. Sebab, seiring perkembangan waktu pria bukan satu-satunya pihak yang berperan sebagai tulang punggung keluarga.
Bukan saja akhir desakan kebutuhan ekonomi, mempunyai pekerjaan bagi seorang perempuan juga menjadi satu kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Yakni untuk mendapat ratifikasi dari masyarakat.
Keterlibatan perempuan sebagai pencari nafkah, mau tidak mau mendorong keluarga ini menyerahkan urusan rumah tangga pada orang lain. Baik ajudan maupun pembantu rumah tangga. Termasuk dalam hal pengasuhan anak. Khusus pengasuhan anak, ada juga yang menyerahkannya pada baby sitter atau pengasuh anak.
Yang terjadi akhirnya, anak yang semestinya di bawah pengasuhan dan perawatan ibu tak jarang justru menjadi lebih dekat dengan baby sitter ataupun pembantu. Hal itu masuk akal alasannya ialah kesibukan ibu menciptakan anak jarang bekerjasama serta berkomunikasi dengan orang yang melahirkannya.
Tapi, apakah kesibukan orangtua merupakan satu-satunya alasan anak menentukan baby sitter (pengasuh) atau pembantu sebagai kawasan menggantungkan diri?
"Sebenarnya kedekatan anak pada baby sitter atau pembantu bukan alasannya ialah faktor intensitas kebersamaan. Sebab, pengutamaan pada kedekatan tersebut lebih banyak pada siapa yang memenuhi kebutuhan anak,"jelas Bibiana Dyah Sucahyani, Psikolog kota Batam.
Dalam masa perkembangannya, anak akan mempunyai obyek kelekatan. Obyek kelekatan ini ialah seseorang yang dianggap anak sanggup memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, mengerti apa yang dimaksudkannya dan sanggup memberi rasa aman. Umumnya hal tersebut diperoleh dari figur seorang ibu atau pengasuhnya.
Jika seorang baby sitter lebih banyak waktu bersama anak, daripada seorang ibu, sanggup jadi anak akan lebih dekat dengan baby sitter-nya. Itu karena, secara otomatis kebutuhan-kebutuhan anak sebagian besar akan dipenuhi baby sitter. Faktor pemenuhan kebutuhan itulah yang menjadikan anak lengket pada baby sitter. Kaprikornus kedekatan itu bukan alasannya ialah sering bersama tapi alasannya ialah pemenuhan kebutuhan anak.
Selain kebutuhan fisik ibarat kebutuhan susu, digendong, makan, dan sebagainya anak juga membutuhkan kelekatan secara emosional. Misalnya ditemani, didengarkan, diajak bermain, dicintai, dimengerti, dan sebagainya.
"Jika kebutuhan emosional ini juga lebih banyak dipenuhi baby sitter, tentu saja anak akan menentukan baby sitter-nya ketimbang sang ibu,"terang Dhea, panggilan dekat Bibiana.
Tak hanya itu, kebiasaan ibu mengomel yang berlebihan, murka penuh emosional, larangan yang bertubi-tubi, suruhan yang memaksa, serta ancaman-ancaman yang diberikan cenderung akan dihindari anak.
Akhirnya anak akan menjadi lebih bahagia curhat pada baby sitter, lebih bahagia didongengi baby sitter, lebih bahagia mandi, makan, serta meminta tolong lainnya pada baby sitter. Jika sudah begitu, perlu instropeksi dari ibu wacana cara komunikasi dengan anak.
Penyebab kelekatan anak pada baby sitter lainnya ialah cara membujuk yang salah dari baby sitter. Pada masalah ini, anak lebih lengket dengan ia alasannya ialah pembentukan persepsi yang salah. Misalnya alasannya ialah pembantu atau baby sitter mengancam akan memanggil polisi kalau anak tidak mau mandi, memanggil dokter kalau tak mau makan, dan sebagainya.
Akhirnya, anak merasa kalau ia dekat dengan baby sitter-nya maka ancaman-ancaman itu niscaya tidak akan dialaminya. Sehingga pada masalah ini, ibu harus lebih ekstra perjuangan dalam mengubah persepsi anak dan kembali menjadi obyek kelekatan bagi anak. (*)
Pelajari Kebiasaan Anak Bersama Baby Sitter MENGHADAPI kenyataan anak lebih lengket dengan baby sitter atau pembantu tentu sangat menyedihkan bagi seorang ibu. Sebab, bagaimana pun juga ibu ialah orang yang mempertaruhkan nyawa ketika melahirkan anak.
Kesedihan tersebut terkadang memunculkan rasa cemburu dan iri pada diri ibu. Bahkan, saking sedihnya ada ibu yang berniat memecat baby sitter atau pembantu biar anak berbalik lengket dengan ibu.
Padahal, tindakan tersebut bukanlah cara yang bijaksana dan tidak akan menuntaskan masalah. Anak sanggup jadi malah murka pada ibu atau orangtua alasannya ialah menghilangkan obyek kelekatannya. Anak makin merasa tidak nyaman, sementara ibu tidak memperlakukan anak sesuai 'kebiasaan' yang diberikan baby sitter.
"Untuk mengambil hati anak kuncinya ialah terpenuhinya kebutuhan anak baik secara fisik, maupun emosional. Jika anak sudah terlanjur lengket dengan pembantu atau baby sitter daripada ibunya ada beberapa hal yang harus dilakukan,"terang Bibiana Dyah Sucahyani, Psikolog Kota Batam.
Langkah pertama ialah ibu harus segera melaksanakan instrospeksi. Yakni membandingkan perlakuan baby sitter pada anak dengan perlakuan sang ibu. Mungkin ada cara yang disukai anak dari sang baby sitter atau pembantu. Misalnya, kesabarannya, cara memberi hadiah yang menarik, mungkin mau disuruh-suruh, dan sebagainya.
"Identifikasi juga kebutuhan spesifik anak. Misalnya kebiasaan anak ketika makan, mandi, dan sebagainya. Sebut saja anak lebih suka disuapi sambil jalan-jalan daripada ketika makan dengan ibu yang diharuskan duduk di meja dengan rapi. Hal sepele ibarat ini sanggup juga memunculkan kenyamanan pada anak,"terangnya.
Untuk 'merebut' hati anak juga dibutuhkan cara yang tepat. Anak akan lebih gampang menentukan ibu bila ibu memperlakukan anak dengan cara yang gres tapi senyaman atau bahkan lebih dari yang diperlukan anak.
"Mulailah banyak terlibat dengan anak, luangkan lebih banyak waktu untuk bermain dan tambah untuk waktu komunikasi. Walaupun ibu bekerja, ketika di rumah, sedapat mungkin sanggup total bersama dan memenuhi kebutuhan anak. Sebab, biasanya ketika ibu kecapekan kerja, justru meminta anak menjauhi dan tidak mau mengganggu ibu,"jelasnya.
Cara lain yang juga harus dilakukan ialah dengan membangun komunikasi melalui donasi perhatian, serta mendengarkan anak ketika mereka menceritakan wacana kegiatan-kegiatannya. Jangan lupa memberi pujian-pujian bagi semua perjuangan yang dilakukannya.
"Hindari juga lupa pada kesepakatan untuk anak. Dan sedapat mungkin memberi kejutan-kejutan yang menyenangkan,"terang Dhea, panggilan dekat Bibiana.
Mengikuti aktivitas anak dan menawarkan atensi pada hal-hal khusus sanggup juga dilakukan. Misalnya menelpon, menanyakan hari ini ingin makan apa atau segera menelpon kalau hari hujan lebat biar anak nyaman.
"Dengan dipenuhinya kebutuhan anak, serta kedekatan yang dibangun melalui komunikasi yang hangat dan intensif, anak tetap akan lebih lekat pada ibunya. Selain faktor naluriah, anak juga tahu di mana posisi ibu dan di mana seharusnya posisi baby sitter. Sebenarnya, hanya karena 'dikondisikan' orangtua atau ibu lah, maka anak lebih dekat pada pembantu atau baby sitter,"katanya. (*)
Komunikasikan kalau Pengasuh Harus Berhenti Kerja MEMILIKI anak yang lengket dengan baby sitter atau pembantu di satu sisi memang menguntungkan. Sebab, ketika meninggalkan anak dalam waktu usang untuk bekerja, orangtua tidak perlu khawatir anaknya akan rewel.
Namun, kedekatan tersebut sanggup menjadikan duduk kasus gres bila ternyata di tengah perjalanan waktu baby sitter atau pembantu harus berhenti kerja atau pergi dalam waktu lama. Sebut saja pulang kampung atau bahkan anak yang harus ikut orangtua mudik.
"Saat baby sitter atau pembantu tidak lagi mengasuh anak. Misalnya alasannya ialah berhenti atau pulang kampung untuk jangka waktu tertentu, ketika tersebut sanggup menjadi momen merebut hati anak,"jelas Bibiana Dyah Sucahyani.
Namun, sebelum pembantu meninggalkan anak dalam pengasuhan ibu, sebisa mungkin jangan dilakukan secara mendadak. Artinya, jauh-jauh hari sebelum ditinggal, anak harus diberi pemahaman, bahwa baby sitter-nya akan 'pergi' sementara waktu. Dan sedapat mungkin latih anak juga untuk berguru mandiri.
Misalnya ketika baby sitter tidak ada, anak diperlukan sanggup makan sendiri, dan sebagainya. Tawarkan juga pada anak, kalau nanti baby sitter pergi, sanggup meminta tolong pada ibu atau ayah atau pada yang lain.
Dan ketika baby sitter benar-benar telah pergi, jangan lupa untuk meyakinkan anak, bahwa apa yang dibutuhkannya sanggup terpenuhi. Misalnya, kebanggaan betapa ia sudah cerdik makan sendiri, ungkapan rasa bahagia sanggup mandi berdua anak, sanggup main bersama anak, dan sebagainya.
"Dengan cara ini, anak mulai memperluas obyek kelekatannya. Artinya tidak hanya dengan baby sitter-nya, tetapi juga dengan ibunya. Bahkan ternyata kebutuhannya juga sanggup dipenuhi oleh ayah, tante, abang juga dirinya sendiri. Sehingga ketika baby sitternya tiba pun anak lebih berdikari dan sanggup dekat dengan siapapun,"jelasnya. (*)
Tuesday, September 23, 2008