RASANYA sudah ratusan kali Fella mengingatkan anaknya untuk tidak meninggalkan barang pribadinya di sembarang tempat. Tapi entah kenapa anaknya masih tetap saja pulang dengan tangan kosong usai sekolah atau main ke rumah temannya. Barang-barang yang gres dibeli Fella di supermaket entah kemana rimbanya.
Lain lagi dongeng Bunga, anak semata wayangnya mempunyai 'hobi' bertukar barang dengan sahabat sepermainan. Yang terjadi akhirnya, isi kamar anaknya penuh dengan barang oranglain. Sementara barang milik anaknya sudah menyebar ke seluruh kompleks. Kasus serupa mungkin juga pernah menimpa para ibu yang lain. Tidak adanya rasa tanggung jawab yang dimiliki anak atas barang pribadi mereka kadang menciptakan orangtua menjadi geram dan kesal. Tapi, untuk terus mengomel niscaya bukan jalan yang bijak.
"Untuk membiasakan anak bertanggung jawab atas barang miliknya memang tidak mudah. Sebab, hal tersebut harus dilatih semenjak dini serta butuh perhatian dan konsistensi dari orangtuanya,"terang Bibiana Dyah Sucahyani, Psikolog Anak kota Batam.
Hingga kini, tidak sedikit orangtua yang merasa 'tidak tega' untuk melatih anaknya bertanggung jawab dan mandiri. Sebut saja alasannya yaitu merasa anaknya masih terlalu kecil. Alasan itu hasilnya menciptakan orangtua menentukan untuk memarahi atau memaafkan ketika anak menghilangkan atau merusak mainannya kesukaannya.
Hal lain yang kadang menciptakan anak sulit mempunyai tanggungjawab yaitu alasannya yaitu orangtua seringkali membantu anak walaupun tolong-menolong mereka tidak membutuhkannya atau sanggup melakukannya sendiri.
Misalnya saja ketika anak makan. Supaya cepat dan tidak berantakan, orangtua menentukan menyuapi anaknya. Padahal momen ini tolong-menolong sanggup dijadikan anak untuk berlatih makan dengan rapi, sopan, serta bersih.
Contoh lainnya yaitu ketika anak menangisi mainannya alasannya yaitu rusak sehabis semalaman kehujanan di halaman. Agar anak membisu dan berhenti menangis, orangtua kadang menentukan membelikan mainan yang gres meski penyebab rusaknya mainan usang akhir kesalahan anak.
Termasuk ketika kotak pensil ketinggalan di sekolah, buku hilang di jalan, daerah minum terbawa teman. Karena barang-barang tersebut dianggap penting dan menyangkut sekolah anaknya, orangtua lebih menentukan untuk membelikan anak dengan barang-barang baru.
Ketidaktahuan anak wacana nilai benda kepunyaannya juga sanggup menciptakan anak tidak mempunyai rasa tanggungjawab. Itu alasannya yaitu tak jarang orangtua membelikan satu barang tertentu karena sesuai seruan atau kebutuhan anak saja.
Bahkan cukup bermodal rengekan, anak dengan gampang mendapat tuntutannya. Selanjutnya, rengekan kedua sebagai modal supaya tidak dimarahi ketika barang tersebut hilang.
"Alangkah bijaksananya bila ketika akan memperlihatkan suatu benda ke anak, ibu menandakan di mana barang dibeli, harganya berapa, membeli ketika ibu pulang dari kerja dalam kondisi capek. Ibu juga sanggup menyampaikan kalau ibu akan senang bila anak sanggup memanfaatkannya,"terangnya.
Selain itu, orangtua juga sanggup menandakan bagaimana cara merawat barang tersebut. Setelah semua berjalan, jangan lupa untuk menanyakan kabar kendaraan beroda empat kontrolnya, buku dongengnya, kaos kaki birunya dan sebagainya. Tentu saja sehabis menanyakan kabar anak. (*)
Anak Senang Mencari Kambing Hitam MEMPERKENALKAN rasa tanggungjawab pada anak semenjak dini merupakan keharusan yang dihentikan disepelekan. Sebab, bila anak tidak mengetahui arti penting tanggungjawab, mereka akan bersikap hirau tak acuh, tidak peduli serta ceroboh.
"Tidak adanya rasa tanggungjawab juga akan menciptakan anak dengan gampang mengkambing hitamkan oranglain kalau terjadi kesalahan. Anak menganggap yang bertanggungjawab atas semuanya yaitu oranglain dan bukan dirinya,"kata Bibiana Dyah Sucahyani, Psikolog Anak Kota Batam.
Sebut saja ketika anak sakit sehabis berhujan-hujanan. Agar tidak dimarahi, anak akan menyalahkan cuaca meski tolong-menolong kesalahan ada pada anak alasannya yaitu main hujan.
"Dampak jelek lain dari tidak adanya rasa tanggungjawab pada anak yaitu anak tak sanggup menghargai benda, suka meremehkan orang lain, tidak berakal bersyukur. Anak juga akan menjadi lemah dalam berusaha, kurang memperhitungkan resiko serta kurang antisipatif dalam mempertimbangkan sesuatu,"jelasnya.
Dan yang paling fatal sanggup terjadi akhir tidak terlatihnya anak untuk bertanggungjawab terhadap benda-benda miliknya yaitu anak menjadi tidak bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Sehingga, upaya untuk menanamkan rasa tanggung jawab menjadi hal yang penting dilakukan. (*)
Kalo Hilang Jangan Langsung Dibelikan Baru ANAK yang kurang mempunyai rasa tanggungjawab kerap merasa tidak bersalah meski telah menghilangkan barang-barang pribadinya. Meski kadang menciptakan jengkel, tapi alasannya yaitu tak mau ribet, orangtua menentukan untuk membelikan anaknya dengan barang yang gres sebagai pengganti.
"Daripada membelikan barang baru, akan lebih baik bila orangtua memperlihatkan pengertian pada anak semoga mereka mempelajari resiko perbuatannya kalau menghilangkan barang-barang yang semestinya dijaga,"terang Bibiana Dyah Sucahyani.
Selain itu, ajak anak menelusuri penyebabnya. Ingatkan pada anak bahwa tidak gampang membeli yang gres alasannya yaitu banyak hal yang harus dilakukan mulai perencanaan sampai pembelian. Terlebih kalau barang tersebut dibeli dengan uang yang harus ditabung atau dikumpulkan terlebih dahulu.
"Sebaiknya orangtua membiarkan sementara waktu anak tidak memakai benda yang hilang. Sehingga anak sanggup mencicipi bahwa ia sangat membutuhkannya. Dan kalau barang rusak, cobalah dulu mengajak anak untuk memperbaikinya. Jangan dibiarkan saja atau pribadi beli baru. Intinya yaitu kedisiplinan dan kemandirian,"ungkapnya.
Jelaskan juga pada anak resiko kecerobohan atau perilaku tidak mau merawat yang dilakukannya. Bukan hanya merugikan dirinya, keuangan keluarga, serta 'heboh' alasannya yaitu semua harus mencari, terburu-buru memperbaiki atau sulit cari waktu untuk membeli lagi.
Untuk semakin melekatkan rasa tanggungjawab dalam diri anak, sesekali ajak anak melihat atau mendongeng bagaimana pak petani yang capek di sawah. Mulai menanam padi, menggiling jadi beras, mengangkat karung ke pasar.
Selain itu, ceritakan juga bagaimana ibu berangkat pagi untuk bekerja, pulangnya sore, untuk mendapat uang membeli beras pak petani, embok memasak juga memakai air mahal, memakai rice cooker yang harus membayar listriknya, dan sebagainya. (*)
Pakai Uang Jajan Untuk Ganti Barang Hilang HUKUMAN kadang menjadi pilihan orangtua ketika mendapati anak ceroboh dan cenderung enggan menjaga barang pribadi mereka. Misalnya saja dengan tidak membelikan barang gres sebagai pengganti barang usang yang hilang.
Hanya saja, bila barang yang dihilangkan anak yaitu barang penting menyerupai barang keperluan sekolah, tentu saja orangtua tidak sanggup tinggal diam. Terlebih bila anak mengambil perilaku dingin atas hilangnya barang-barang tersebut dan berharap orangtuanya akan mengganti dengan yang baru.
"Jika barang yang hilang cukup penting, sebaiknya orangtua mengarahkan semoga anak berusaha untuk menemukan kembali benda tersebut. Atau bila rusak, ajak anak untuk memperbaiki kerusakannya. Tapi ingat, dalam hal ini kiprah orangtua sifatnya hanya membantu,"jelas Bibiana Dyah Sucahyani.
Kalaupun terpaksa harus membeli yang baru, usahakan anak ikut bertanggungjawab atas hilang atau rusaknya barang tersebut. Misalnya dengan memakai tabungan anak, uang jajan atau uang yang tolong-menolong dialokasikan untuk membeli VCD gres dan sebagainya.
Bila barang yang dihilangkan berkaitan dengan keperluan sekolah menyerupai buku pekerjaan rumah (PR), minta anak untuk menelepon gurunya. Tujuannya untuk menginformasikan bahwa buku PR anak hilang semoga sanggup diganti dengan kiprah lainnya. Dengan begitu, anak sanggup berguru bagaimana memperlihatkan rasa tanggungjawab atas perbuatannya.
Selain kiprah dari orangtua, untuk melatih disiplin, mandiri, dan bertanggungjawab juga memerlukan derma dari lingkungan. Baik lingkungan internal rumah, sekolah juga masyarakat.
Sehingga, kiprah guru untuk memupuk rasa tanggung jawab anak mutlak diperlukan. Misalnya guru juga perlu mengingatkan bawah umur untuk menyidik kembali barang-barang untuk dibawa pulang setiap final sesi pelajaran. Bisa juga dengan mengigatkan PR, pelajaran besok serta hal-hal khusus masing-masing anak.
"Dibandingkan pemberian eksekusi alasannya yaitu kelalaian anak, cara yang lebih sempurna ditempuh yaitu sering mengingatkan dan memberi kebanggaan terhadap kerapihan, kebersihan serta ketelitian anak,"ujarnya.
Dengan memahami bahwa semua yang kita dapatkan harus didahului dengan usaha, keterlibatan banyak pihak, serta kemurahan Tuhan, anak akan lebih sanggup menghargai semua yang dimilikinya. Mulailah dengan pola dari orang remaja serta melatih kebiasaan-kebiasaan positifnya. (*)