BAHAGIA dan lega rasanya ketika buah hati lahir dengan selamat. Rasa khawatir selama masa kehamilan telah berlalu.
Apalagi, kalau secara fisik buah hati terlahir sempurna. Namun, kelegaan orangtua tersebut tetap saja menyisakan tanya.
Apakah nanti bayinya dapat tumbuh secara sehat dan sempurna?
Pertanyaan itu masuk akal mengingat belakangan ini informasi wacana pertumbuhan anak yang tidak tepat atau aneh kerap menghiasi pemberitaan media massa. Baik pertumbuhan secara fisik maupun perkembangan mental.
Gangguan pertumbuhan fisik biasanya terlihat pada kondisi dimana anak tak dapat tumbuh maksimal yang risikonya menjadi kerdil. Sementara gangguan perkembangan mental berdampak pada terjadinya keterbelakangan mental.
"Keterbelakangan mental berat dan gangguan pertumbuhan dapat disebabkan hipotiroid bawaan (congenital) atau kekurangan hormon tiroid,"jelas Etik Purwati, Kepala cabang Prodia Batam.
Hormon tiroid itu sendiri berfungsi mengatur perkembangan mental serta pertumbuhan badan kita. Dan kalau bayi kekurangan hormon ini dapat mengakibatkan keterbelakangan mental atau dapat juga kretinisme atau kerdil.
Bila melihat dari perkara yang terjadi selama ini, angka insiden pada kelainan ini dinilai cukup tinggi. Yakni satu dari setiap 4.000 bayi yang lahir menderita hipotiroid kongenital.
Hipotiroid bawaan terbagi menjadi dua yakni bersifat permanen dan sementara. Penyebabnya antara lain, kegagalan pembentukan kelenjar, ketidaksempurnaan pembentukan hormon meskipun kelenjar tiroidnya normal, atau dapat juga gangguan pada otak dalam pengaturan produksi hormon.
"Kelainan hipotiroid yang bersifat sementara umumnya akhir ibu hamil memakai obat-obatan yang menekan produksi hormon tiroid. Atau adanya antibodi tiroid yang diproduksi ibu selama kehamilan serta dapat juga lantaran kelebihan yodium yang dikonsumsi ibu selama hamil dan menyusui,"ungkap Etik. (*)
Lakukan Pemeriksaan TSH Neonatus MENGINGAT dampak hipotiroid bawaan sangat mempengaruhi kehidupan buah hati di masa mendatang, orangtua harus melaksanakan investigasi secara cepat kalau menemukan kecacatan pada bayi yang gres dilahirkannya.
Sebab, kalau kelainan diketahui sedini mungkin serta segera dilakukan pengobatan, dapat menciptakan anak tumbuh secara normal. Baik dari sisi fisik maupun mentalnya.
Lantas, bagaimana caranya kita dapat mengetahui apakah bayi kita menderita hipotiroid bawaan atau tidak? Sebab, kebanyakan bayi dengan hipotiroid bawaan tampak normal ketika lahir sampai berusia tiga bulan.
"Beberapa tanda-tanda klinis yang dapat menjadi tanda antara lain, lesu, susah makan, tangisan parau, jaundice atau kuning, susah buang air besar, pembesaran lidah, atau perut membesar dengan hernia pada pusar,"kata Etik Purwati, Kepala cabang Prodia Batam.
Mengingat gejala-gejala tersebut dapat juga terjadi pada bayi normal, cara yang paling baik untuk memastikan apakah bayi mengalami kelainan hipotiroid bawaan ialah melalui tes darah di laboratorium. Yaitu lewat investigasi TSH Neonatus.
Di negara-negara maju, investigasi ini wajib dilakukan pada bayi gres lahir. Dan biasanya masuk paket investigasi New Born Screening Test. Dan mengingat angka kejadiannya di Indonesia cukup tinggi, sekarang investigasi TSH Neonatus sudah masuk dalam investigasi New Born Screening Test.
Selain TSH Neonatus, investigasi lain yang juga masuk dalam pemeriksan New Born Screening Test di Indonesia ialah G6PD Neonatus.
"G6PD Neonatus merupakan investigasi yang bertujuan untuk melihat ada tidaknya kelainan kekurangan enzim G6PD. Yakni enzim yang sangat mempunyai kegunaan untuk mempertahankan umur sel darah merah,"jelasnya.
Jika seseorang kekurangan G6PD, terutama pada bayi, maka sel darah merah akan berumur pendek. Padahal sel darah merah mempunyai banyak fungsi menyerupai mensuplai oksigen ke otak dan sel-sel badan lain. Jika sudah begitu, fungsinya akan menjadi kurang maksimal.
"Kurangnya suplai oksigen ke otak akan mengakibatkan komplikasi neurologik atau kelainan syaraf yang cukup berbahaya bagi anak. Saat ini angka insiden kekurangan enzim G6PD atau defisiensi G6PD kurang lebih 400 juta orang di seluruh dunia,"ungkapnya. (*)
Lakukan Tes Saat Bayi Berusia Tiga Hari GUNA mengetahui secara niscaya apakah bayi yang gres dilahirkan memang benar-benar sehat tanpa gangguan tertentu, new born screening test sangat penting untuk dilakukan. Sebab, hasil tes darah melalui laboratorium akan menunjukkan hasil yang lebih akurat.
Lalu, kapankah waktu yang tepat bagi bayi untuk menjalani investigasi new born screening test semoga hasilnya optimal?
"Pemeriksaan sebaiknya dilakukan ketika usia bayi 72 jam atau tiga hari. Sebab, sebelum usia 72 jam dapat saja hasilnya aneh palsu. Itu karena, umumnya sebelum usia 48 jam, kadar beberapa hormon masih dipengaruhi keadaan sebelum kelahiran dan kondisi ibu,"ujar Etik Purwati.
Khusus bayi yang lahir prematur, investigasi sebaiknya dilakukan ketika usia bayi tujuh hari atau dapat juga sesuai asumsi dokter anak yang merawatnya.
Dalam proses investigasi New Born Screening Test tersebut, bayi akan diambil sedikit sample darah dari salah satu tumitnya atau dikenal dengan metode heelprick. Darah berupa tetesan dalam kertas saring khusus tersebut akan segera dikirim ke laboratorium yang dapat mengerjakan investigasi tersebut.
"Pengambilan sample darah biasanya dilakukan perawat khusus atas pengawasan dokter anak yang menangani. Jika hasil investigasi positif, dokter biasanya akan mengulang investigasi untuk lebih meyakinkan atau melaksanakan investigasi lanjutan kalau diperlukan,"terangnya.
Jika hasil diagnosis menujukkan bahwa bayi tersebut mengidap salah satu penyakit apakah hipotiroid bawaan atau defisiensi G6PD, maka dokter akan memberitahu langkah yang harus dilakukan. Termasuk konseling genetik terhadap orangtua.
Melalui pengobatan intensif dan penanganan yang baik, bayi dapat tetap tumbuh normal dan sehat sesuai dambaan setiap orangtua. (*)