MENJALANI karir sebagai seorang karyawan tak sanggup seenak hati layaknya menjalankan perjuangan sendiri. Sebab, setiap gerak langkah kita diikat aturan serta atasan sebagai pemimpin dan pengendali proses kerja untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam sebuah lingkungan kerja dengan bermacam-macam abjad orang, tak jarang orang yang menjadi atasan kita yakni eksklusif yang unik.
Salah satunya yakni tipe angkuh dan tempramen yang gemar mengancam atau mengintimidasi bawahan bila tak mau menurut.
Berbekal "kekuasaan" yang dimilikinya, tak jarang beliau akan menjadi "penguasa" kecil dalam lingkungan kerja.
Sebagai bawahan tentu tak sanggup menentukan abjad orang yang menjadi atasan kita. Dan bila atasan kita yakni eksklusif yang suka mengancam atau pemarah, yang kita butuhkan yakni bersabar.
"Mendapatkan atasan yang suka mengancam atau bahkan pemarah yakni sesuatu yang tidak sanggup kita kendalikan. Sehingga, untuk menghadapinya kita harus mendapatkan dengan ikhlas,"terang S Susilowati, Senior HRD PT Batamindo Investment Cakrawala Batam.
Keiklasan merupakan kunci untuk sanggup menikmati pekerjaan. Sebab, bila kita tidak tulus yang terjadi yakni siksaan psikologis. Setiap hari akan menjadi hari yang tidak menyenangkan, dan kerjasama tidak akan terjalin dengan baik.
Akibatnya kinerja kita sendiri akan menjadi tidak optimal. Apa yang kita harapkan bila tidak menikmati sesuatu yang dikerjakan akhir tak sanggup mendapatkan atasan kita?
"Menerima disini bukan berarti mendapatkan perlakuannya. Ini berbeda. Apalagi kalau perlakuan atasan yakni perlakuan yang tidak menyenangkan. Misalnya mengancam atau mengintimidasi, menghina, dan sebagainya. Maka tindakan yang diambil sanggup bekerjasama dengan tindakan hukum,"terangnya.
Selain tindakan hukum, melaporkan kelakuan atasan pada atasan yang lebih tinggi juga sanggup menjadi solusi untuk mengatasi tindakan tidak menyenangkan yang dilakukan pada kita. Pelaporan itu sendiri baik secara aturan maupun pada atasan tentu saja harus disertai bukti yang jelas. (*)
Jangan Membesar-besarkan Kekurangan Atasan SIKAP angkuh yang ditunjukkan seorang atasan pada bawahan sanggup muncul sebagai sebuah sifat atau karakter. Jika perilaku angkuh tersebut yakni sebuah sifat, masih ada peluang untuk berubah. Berbeda bila perilaku angkuh tersebut muncul sebagai sebuah karakter. Karakter lebih susah diubah alasannya dibuat semenjak kecil.
"Sikap terbaik menghadapi atasan angkuh yakni fokus pada bidang pekerjaan, bukan pada sifat atau eksklusif orangnya. Sebab, orang arogan, belum tentu tidak bekerja dengan baik,"jelas S Susilowati.
Sikap profesional serta tetap fokus pada pekerjaan dan memandang sisi baik atasan sanggup dijadikan dasar menjalani pekerjaan. Sebab, setiap orang niscaya ingin menikmati pekerjaan tanpa harus terganggu pikiran negatif.
"Jika kita ingin menikmati pekerjaan, maka kita harus fokus pada pekerjaan dan jangan membesar-besarkan kekurangan atasan. Bahkan, bila memungkinkan bantulah atasan dengan masukan-masukan semoga atasan sanggup berubah,"katanya.
Selain fokus pada pekerjaannya, seorang pekerja hendaknya membekali dirinya dengan pengetahuan wacana aturan ketenagakerjaan. Baik ketika bekerja tanpa persoalan maupun ketika menghadapi atasan arogan.
Sebab, dengan berguru undang-undang ketenagakerjaan, seorang pekerja sanggup memahami dengan baik hak dan kewajibannya dan pengusaha. Pemahaman ini akan sangat membantu bila suatu ketika menerima persoalan di daerah kerja.
Sebut saja bila kita dipecat. Saat kita mengetahui isi undang-undang ketenagakerjaan atau UU No 13 Tahun 2003, kita akan tahu bahwa atasan tak sanggup seenaknya memecat orang. Meskipun secara eksklusif yang bersangkutan tidak disenangi.
"Pemecatan memang sanggup dilakukan dengan tanpa didahului surat peringatan, tergantung berat ringannya tingkat kesalahan. Jika kesalahannya ringan, maka surat peringatan akan diberikan pada yang bersangkutan. Dan bila terus mengulang kesalahan yang sama, sanggup berujung pada pemecatan,"katanya. (*)