BEBERAPA waktu lalu, di sela pemotretan di Golden Truly Batam, iseng2 saya liat2 koleksi pelengkap yang dijual di salah satu counter pelengkap department store ini. Wuuihhh...koleksinya lucu2 banget. Khususnya bagi anak balita..
Nggak cuma warnanya aja yang ngejreng, modelnya juga chic habis. Cuma, sayang banget...jepit yang super anggun itu nggak dapat saya boyong kerumah. Meskipun saya punya putri kecil yang niscaya akan keliatan lucu pake jepit2 itu. Secara, beliau yaitu gadis kecil yang punya rambut tipiiiiss habis.
Kalopun saya paksain pake jepit rambut, niscaya akan pribadi melorot dan jatuh. Itu karena, saya udah bereksperimen dengan banyak model jepit di rambutnya. Alhasil, koleksi jepit yang pernah saya beli untuk 'anak gadis' justru jadi pelengkap jilbab mommy nya... hehehehe...lumayan berhemat
Walau mempunyai kegunaan bagi si mommy, tapi tetap aja saya pengen beli jepit2 cute yang bertebaran di seantero mal buat putri kecilku. Mmmmm....gimana kira2 ya wajahnya kalo beliau punya rambut panjang dan hitam berhias jepit warna-warni??????!!!@@@@##%%%
Pernah sih, mo beli topi atau bandana yang ada rambut palsu yang kriwil2. Tapi, hihihihi.... suami pribadi protes keras... HARAM katanya!!! (hehehehe...becanda, nggak segitunya kaleee).
Saking tipisnya rambut bocah kecil yang satu ini, banyak orang yang sering salah sebut lho!! ada yang bilang kakak atau tole....Mulai tetangga baru, tukang sayur, tukang jamu, temen bokap and nyokap beliau (alias temen kami), dan banyak lagi. Bahkan pengasuhnya aja gres
ngeh kalo beliau cewek sehabis beberapa waktu ngobrol ama dia. Wuuuihhhh...
Karna banyak banget yang suka salah, saya menumpahkan 'kesalahan' itu dalam coretan (eh ketikan maksudnya) dan mengirimkannya ke Majalah Wanita Femina. Eh, tak taunya dimuat. hihihi...lumayan honornya dapat untuk beli DVD player Echa...
Ini beliau hasil coretan yang dimuat di Femina No.04/XXXVI. 24-30 Januari 2008SI ABANG
SEJAK tahu hamil, suami sudah ingin punya anak perempuan. Kaprikornus walau dokter sudah bilang berkali-kali bahwa anak kami perempuan, tetap saja suami bertanya. “Takut Dokter salah,”kilahnya, suatu ketika.
Dan benar saja…yang lahir bayi perempuan. Kelahiran si Dedek, begitu kemudian kami menyapanya, menciptakan kami senang. Apalagi, di keluarga besar kami banyak yang menginginkan anak cewek tapi belum ada yang dikabulkan...
Bahkan, saking gemes alasannya yaitu ketiga anaknya laki-laki, kakak ipar nekat memberi nama anak bungsunya dengan nama cewek. Waduh segitunya….
Walau lahir cewek menyerupai impian kami, ternyata tak menciptakan suami jadi suka mendandani Dedek dengan pakaian perempuan. Baju anggun dengan tali satu yang mahal-mahal kubeli nggak boleh dipakein.
“Jangan didandani aneh-aneh lah… pake kaos ama celana pendek aja supaya simple! Pakai baju seksi nanti masuk angin,”kata suami ketika melihat saya sibuk mendandani si Dedek.
“Lho, kan beliau cewek. Ya pake baju cewek lah… masak pake baju perjaka gitu. Gimana mau kelihatan cantik,”kataku, ngotot.
Tapi, alasannya yaitu malas ribut, kesannya si Dedek yang belum dapat protes (karena umurnya belum genap setahun) tetap didandani ala cowok. Pake kaos oblong plus celana pendek atau celana panjang.
Karena keseringan pake kaos plus celana kesannya sebutan si Dedek pun berubah jadi si abang. Kok bisa? Ya terang aja alasannya yaitu putri kami memang rambutnya tipis hingga sangat menyerupai laki-laki. Makin menyerupai alasannya yaitu dandanannya yang cenderung ala cowok.
Untuk ‘menjelaskan’ ke publik jikalau Dedek yaitu anak perempuan, kami sempat memasang anting-anting di telinganya. Tapi belum seminggu dipasang, ia sudah sibuk menarik-narik perhiasan perempuan itu, hingga copot. Alhasil, alasannya yaitu takut luka, kesannya kami mengalah dan melepas lagi anting-anting itu.
“O… mungkin jikalau anakku rambutnya lebat dapat keliatan kayak cewek,”begitu pikirku.
Untuk merangsang pertumbuhan rambut dedek, banyak sekali cara kulakukan. Ngolesin pengecap buaya, daun seledri, sampe minyak kemiri yang kubuat sendiri.
Tapi, boro-boro rambut jadi lebat, yang ada juga kepala si dedek malah hitam-hitam kena angus yang berasal dari bakaran kemiri. Karena nggak ada hasil, kesannya saya mengalah menciptakan aneka ramuan yang katanya manjur untuk melebatkan rambut.
“Kalau sering digundul, rambut dapat lebat lho! Kaprikornus digundulin aja,”saran mertua suatu hari.
Walau bekerjsama nggak tega melihatnya tampil plontos kayak pak Ogah, kesannya kami menuruti kata mertua dan menggunduli rambut dedek. Padahal, awalnya kami bertahan tak mau mencukur habis rambutnya bahkan juga di awal kelahirannya.
Tapi alasannya yaitu ingin melihatnya punya rambut panjang sebagaimana anak perempuan, Kami membabat habis rambut tipis putri kami sempurna di ulangtahunnya yang pertama.
Hanya sehabis digundul, rambut bukannya tambah lebat tapi wajah dedek jadi makin kelihatan kayak laki-laki. Plus kepala yang plontos dan ‘gaya busana’-nya cenderung laki-laki. Maka makin menciptakan orang berpikir jikalau ia yaitu seorang anak laki-laki, dan alasannya yaitu itu pantas dipanggil Abang.
“Ih anaknya lucu ya, sebesar anak saya. Tapi anak saya cewek,”komentar seorang ibu, di klinik. “Ini cewek juga kok bu,”ujarku agak kurang senang.
Makin hari jadi makin banyak orang yang menyapanya Abang. Misalnya saja, “Abang mau kemana? Abang lagi makan ya?” dan banyak komentar lain yang memakai panggilan… Abang… Abang… dan Abang….Bahkan ada juga yang saling berbisik “Itu anak perjaka atau cewek sih?”. Uuughf…
Kadang-kadang saking kesalnya, Tante Ade yang bertugas mengasuh Dedek nggak lagi menyahuti panggilan para ibu yang memanggil Dedek dengan sebutan abang. “Capek jelasinnya!”jawabnya, manyun, ketika kutanyakan kenapa nggak dijelasin jikalau Dedek anak cewek.
Paling-paling si Tante buru-buru ngajak dedek pergi sambil menyebut namanya. “Ayo Echa kita pulang sayang”.
“Kok perjaka namanya Echa?”selidik para ibu lagi . Cape deh…
Akhirnya, untuk menghindari salah persepsi, tumpuan kostum harian Dedek kuubah jadi pakaian yang bener-bener mencitrakan sosok anak perempuan. Kerap kupakaikan ia baju terusam atau rok yang cewek banget.
Tapi cara itu juga bukan solusi jitu menjawab salah persepsi para ibu. Bahkan, justru celetukan orang semakin bikin jengkel.
“Kok anak perjaka didandani kayak cewek sih!” Nah loh….
Melihat kejengkelanku alasannya yaitu orang selalu salah sebut, suami hanya senyum-senyum saja. “Kalau orang nggak percaya Dedek perempuan buka aja bajunya. Kan perjaka ama cewek beda,”katanya enteng. Uh….. (*)