MENGHADAPI suami yang suka tebar pesona memang bukan kasus mudah. Sebab, sebagai seorang insan biasa tentu saja mempunyai perasaan cemburu ketika mempunyai 'saingan'.
Namun, munculnya perilaku genit pada laki-laki bantu-membantu dipengaruhi banyak faktor. Baik alasannya ialah abjad dasar laki-laki itu sendiri atau kondisi psikologis tertentu tanggapan perubahan fisik atau biasa disebut puber kedua.
"Jika pasangan sedang gemar tebar pesona, ada baiknya kita segera membuka komunikasi nyata untuk menghilangkan rasa tidak nyaman. Yakni komunikasi tanpa emosi dengan menggambarkan perasaan dan ketidaknyamanan atas tindakan pasangan tersebut,"ungkap Evy Rakryani, Psikolog kota Batam.
Masalahnya, sesuai
budaya timur yang kita anut, tak jarang menciptakan seorang istri merasa tidak yummy ketika ingin membuka komunikasi terkait perasaan tidak nyaman yang dialaminya. Selain itu, keharusan istri menghormati suami memunculkan anggapan bahwa istri harus tetap berdasarkan pada suami apapun kondisinya.
Tapi, bila ketidaknyamanan itu dibiarkan mengendap dalam hati, bisa-bisa memunculkan dampak jelek untuk keluarga. Baik bagi si istri sendiri, pasangan serta anak. Sehingga, segala hal terkait korelasi suami istri yang memunculkan rasa tidak nyaman sebaiknya jangan disimpan.
"Agar tidak menyebabkan kasus baru, sebisa mungkin jangan mengungkapkan perasaan dengan penuh emosi serta kata-kata kasar. Cara yang paling sempurna ialah menggambarkan perasaan yang sesungguhnya kita rasakan biar bisa dipahami pasangan,"katanya.
Gambaran perasaan tidak nyaman tersebut, diperlukan bisa menyadarkan serta menggugah hati pasangan bahwa sesungguhnya seorang istri juga berhak dihormati. Dan wacana gimana biar pesan bisa hingga secara proporsional, tentu saja penyampaiannya harus dilakukan dengan pikiran jernih serta tanpa emosi.
"Sebisa mungkin jangan memarahi pasangan di depan umum. Sehingga, bila ada insiden tak mengenakkan ibarat suami menarik hati perempuan lain di depan mata, ajak pasangan menjauh ke daerah sepi gres bicarakan dengan kepala dingin,"saran Evy. (*)
Jangan Tunggu Sampai Ada Cinta Baru MEMASUKI usia 35 hingga 40 tahun, seorang laki-laki akan menghadapi perubahan fisik yang bisa besar lengan berkuasa pada kondisi psikologisnya. Sebut saja, munculnya keriput pada wajah, rambut mulai beruban, perut mulai membuncit serta kegemukan.
Perubahan fisik tersebut kerap memunculkan rasa khawatir bakal menghilangnya daya pikat terhadap lawan jenis. Dengan arti kata lain, laki-laki tersebut akan merasa tak lagi menarik perhatian lawan jenisnya. Dan untuk menandakan bahwa ia masih menarik, yang bisa dilakukan laki-laki tersebut ialah berusaha memikat lawan jenis.
Upaya tersebut tak lain dan tak bukan merupakan ajang pembuktian bahwa perubahan fisik yang dialaminya itu tidak akan mengurangi daya pikat terhadap lawan jenis. Pandangan itulah yang menciptakan laki-laki kadang menjadi bahagia tebar pesona dan berharap bisa memikat lawan jenis.
"Saat istri mendapati suami sedang tebar pesona seiring perubahan fisik yang dialaminya, sudah saatnya istri menghadapi tindakan suami tersebut dengan cara yang sanggup dipahami suami,"terang Evy Rakryani.
Cara yang dimaksud ialah "mengembalikan" kepercayaan diri suami dengan cara yang tidak menciptakan suami merasa tersinggung atau bahkan merasa diadili. Dan terkait cara apa yang paling tepat, sudah niscaya istri yang tahu persis abjad suaminya. Itulah kenapa seorang istri harus selalu memahami kondisi suami termasuk perubahan yang terjadi.
"Jika istri tak cepat memahami perubahan yang terjadi pada suami, bisa-bisa suami menjadi keterusan tebar pesona hingga balasannya menemukan cinta baru. Kalau sudah begitu, masalahnya akan semakin sulit dipecahkan,"jelas Evy. (*)
Jangan Ngambek Jika Suami Mengkritik SELAIN kondisi psikologis sang suami, kegemaran suami tebar pesona bisa juga dipicu oleh sang istri sendiri. Sebur saja tanggapan perilaku atau penampilan istri yang kurang menyenangkan atau tidak pas di hati suami. Akibatnya suami nggak hanya enggan 'mengakui' istri di depan publik tapi juga berusaha main mata.
Dalam kondisi ini, sangat dibutuhkan komunikasi secara terbuka antara pasangan suami istri. Dan bila komunikasi sudah terjalin, istri jangan justru murka atau tersinggung. Misalnya ketika suami memberi masukan wacana hal yang menciptakan suami tidak nyaman.
"Kadang ada istri yang justru merasa tidak terima ketika suami memperlihatkan masukan. Padahal, masukan tersebut bisa jadi merupakan tanda atau sinyal secara halus bahwa ada yang tidak cocok dan menciptakan suami merasa tidak nyaman sehingga harus diperbaiki,"ungkap Evy Rakryani.
Itu artinya baik istri maupun suami harus mempunyai kepekaan terhadap segala sesuatu yang menciptakan pasangan merasa tidak nyaman. Sebab, hal yang dianggap "sepele" oleh istri ataupun suami, bisa jadi merupakan kasus besar bagi pasangannya yang memunculkan rasa tidak nyaman. (*)
Bila Perlu Minta Bantuan Konselor Perkawinan MUNCULNYA kasus dalam kehidupan rumah tangga memang hal yang biasa terjadi. Namun, jikalau setiap kasus yang terjadi tidak segera diatasi bisa menyebabkan penumpukan yang rentan "meledak" dan balasannya menghancurkan kesepakatan berumah tangga.
"Komunikasi merupakan hal yang paling mungkin dilakukan untuk mengatasi segala problem rumah tangga. Tapi, bila komunikasi dua arah yang dilakukan tidak berhasil menuntaskan masalah, sebaiknya pasangan segera meminta pemberian konselor perkawinan atau psikolog,"terang Evy Rakryani, Psikolog kota Batam.
Mengenai kapan pasangan suami istri perlu meminta pemberian konselor, berdasarkan Evy hal tersebut sangat relatif. Namun yang pasti, pemberian konselor sangat dibutuhkan jikalau komunikasi antara pasangan sudah tidak berjalan secara lancar.
"Saat pasangan memutuskan ingin minta pemberian konselor, keduanya memang sudah sama-sama menyadari pentingnya tugas pihak ketiga untuk turut menuntaskan kasus keluarga. Sebab, jikalau konseling hanya dilakukan oleh satu pihak saja, maka hasilnya akan sia-sia,"ungkapnya.
Bantuan pihak ketiga sangat penting biar kasus yang terjadi tidak merembet pada tindakan lain yang merugikan. Misalnya saja, kemarahan istri terhadap suami balasannya dilimpahkan pada anak yakni dengan menyakiti anak.
Bukan itu saja, terputusnya komunikasi antara suami istri juga bisa memunculkan harapan istri untuk melaksanakan balas dendam. Sebut saja, ikutan genit dengan menjadi penggoda laki-laki atau sekadar main mata. Tujuannya ialah untuk menandakan pada suami bahwa istri juga masih menarik.
"Padahal, tindakan balas dendam ini justru bisa memperburuk korelasi suami istri. Karena yang menjadi korban ialah anggota keluarga. Sehingga, tugas pihak ketiga untuk turut mendinginkan korelasi suami istri sangatlah penting,"ungkap Evy. (*)