|
vektor: freevector.com |
PERNAHKAH Anda mendapati si kecil sedang mengamati langit dan sesaat kemudian menanyakan kenapa langit biru, kenapa jika mau hujan langit menjadi hitam?
Atau mungkin kenapa telur bisa bermetamorfosis ayam?
Bagi sebagian orangtua terkadang pertanyaan-pertanyaan tersebut dianggap cukup merepotkan dan menciptakan pusing.
Jangankan untuk menjawab pertanyaan anak, bisa jadi orangtua tidak mempunyai pengetahuan cukup untuk menjelaskan pertanyaan anak.
Karena selama ini orangtua tidak pernah peduli dan berusaha mencari tahu kenapa langit biru.
"Bila anak menanyakan hal-hal yang membutuhkan balasan yang melibatkan proses analisa atau mengamati pecahan per bagian, sintesa atau menyatukan pecahan demi pecahan menjadi satu keseluruhan yang utuh, penilaian dan pada akhirnya menyimpulkan sendiri fakta yang diperoleh, itu menerangkan anak mulai berpikir kritis,"jelas Evy Rakryani, Psikolog Anak kota Batam.
Berpikir kritis merupakan proses berpikir yang tingkatnya lebih tinggi dari sekedar berpikir biasanya. Seseorang yang mempunyai aliran kritis biasanya gemar mempertanyakan sesuatu yang bagi kebanyakan orang sudah dianggap atau diterima sebagai suatu kelaziman.
Misalnya, mengapa langit itu biru, mengapa kita harus peduli terhadap pemanasan global (global warming), apa karenanya bagi kehidupan manusia, dan sebagainya.
Artinya, orang yang berpikir kritis tak akan gampang mendapatkan atau "menelan" isu yang diperolehnya begitu saja. Tapi akan memanfaatkan kemampuan intelektualnya untuk mencari kejelasan masalah, ketepatannya, relevansinya dengan dunia nyata, bukti-bukti yang lebih akurat, maupun alasan-alasan yang lebih sanggup diterima budi sehat.
Jadi, seseorang dikatakan berpikir kritis bila dalam proses berpikirnya sudah melibatkan proses analisa, sintesa, dan penilaian dengan tujuan untuk mendapatkan fakta-fakta yang sanggup diterima secara logis. Hal ini bisa dilihat pada anak yang bahagia bereksperimen dalam acara sains, misalnya.
Secara alami belum dewasa memang mempunyai rasa ingin tahu yang sangat besar ihwal banyak hal yang diamati dan terjadi di sekitarnya. Itulah kenapa belum dewasa menjadi sering bertanya. Dari pertanyaan anak, orangtua bisa menilai apakah anak cukup kritis atau tidak.
Pertanyaan menyerupai apa ini, siapa itu, mau ke mana, yaitu pertanyaan yang sifatnya sekedar untuk mendapatkan atau mengumpulkan isu dan tidak melibatkan proses berpikir kritis. Tetapi bila pertanyaan anak sudah lebih tinggi lagi kualitasnya, contohnya mengapa ini dan itu beda, bagaimana caranya, dan sebagainya, bisa dikategorikan kritis alasannya membutuhkan analisa untuk menjawabnya.
"Kebiasaan berpikir kritis merupakan hal yang harus diajarkan, dilatih dan diasah semenjak dini yakni dikala anak sudah mulai bisa mempunyai nalar yang bagus. Perlunya latihan itu alasannya setiap insan yang lahir lebih cenderung mendapatkan apa adanya,"ungkapnya.
Bila anak dibiasakan berpikir kritis semenjak dini, mereka akan menjadi pribadi yang lebih disiplin dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya. Misalnya alasannya takut mencemari dan merusak lingkungan, anak akan selalu membuang sampah di tempatnya. Atau anak akan lebih efisien memakai air biar bisa berhemat air untuk generasi mendatang dan sebagainya.
"Dengan membiasakan anak berpikir kritis berarti kita membimbingnya menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab akan tindakan-tindakannya dan tidak gampang digerakkan ataupun terpengaruh dengan pendapat umum yang belum tentu benar,"pungkasnya. (*)
Ajak Anak Berdiskusi dan Bereksperimen UNTUK membiasakan anak biar selalu berpikir kritis memang tak semudah membalik telapak tangan. Selain faktor intelektual anak, tugas orangtua untuk menumbuhkan perilaku kritis anak sangatlah besar. Misalnya dengan membimbing anak biar terlatih menilai isu secara kritis.
Bila anak kerap bertanya, hal tersebut merupakan sesuatu yang normal. Sebab, masa kanak-kanak merupakan masa mengumpulkan isu sebanyak-banyaknya ihwal banyak hal yang terjadi di sekitar kehidupan si anak. Bahkan kualitas pertanyaan yang diajukan anak sanggup menjadi indikator tingkat kecerdasannya secara umum.
"Bila orangtua hanya ingin memuaskan rasa ingin tahu anak, orangtua bisa menyediakan banyak sekali buku pengetahuan di rumah. Tapi bila ingin anak mempunyai kemampuan berpikir kritis, maka rajin-rajinlah untuk mengajak anak berdiskusi dan melaksanakan eksperimen bersama di rumah,"jelas Evy Rakryani, Psikolog Anak kota Batam.
Misalnya ketika anak menanyakan apakah menanam pensil bisa tumbuh layaknya menanam kacang, orangtua sebaiknya tidak eksklusif memperlihatkan balasan tapi ajak anak untuk melaksanakan eksperimen.
Satu pot ditanami kacang tanah, satu pot lagi ditanami pensil.
Selanjutnya amati dan catat perkembangannya setiap hari. Setelah seminggu atau dua ahad pengamatan, bandingkan hasil kedua pot tersebut dan ajak anak untuk menarik kesimpulan hasil eksperimen.
"Menarik kesimpulan pun harus tetap memakai pengamatan analitis. Misalnya jika eksperimen yang dilakukan gagal harus ada klarifikasi kenapa gagal. Mungkin sifat tanahnya kurang subur, atau alasannya sifat benda itu sendiri, serta banyak sekali kemungkinan lain bisa diterima akal. Dengan banyak sekali kemungkinan tersebut, kita lebih terdorong melaksanakan eksperimen sebagai bentuk pembuktian,"katanya.
Memang tidak gampang bagi orangtua untuk membiasakan anak biar selalu berpikir kritis. Karena untuk menstimulasi anak biar bisa lebih kritis dalam melihat sesuatu, orangtua perlu menyediakan waktu untuk mengajak anak berdiskusi ihwal hal apa saja yang sedang menjadi minat anak.
Bukan hanya itu, orangtua juga harus lebih banyak berguru biar balasan yang diberikan pada anak memang balasan yang benar dan bukan asal-asalan yang bakal membodohi anak. Sehingga, bila orangtua tidak bisa menjawab pertanyaan anak, orangtua bisa mengajak anak untuk mencari balasan secara bersama-sama. Dengan begitu anak akan menyadari jika orangtua pun perlu belajar.
"Meski orangtua sibuk, sebisa mungkin jangan melewatkan waktu untuk membimbing anak dan mengajaknya berdiskusi serta bereksperimen. Sebab sangat disayangkan jika rasa ingin tahu anak akan sesuatu 'dimatikan' begitu saja dengan alasan-alasan kesibukan orangtua ataupun minimnya isu yang dimiliki,"ungkapnya.
Apalagi, dunia isu sudah sedemikian luas terbuka, sehingga kesempatan anak untuk berkembang menjadi pemikir yang kritis semakin terbuka. Tinggal maukah kita meluangkan waktu untuk membiasakan anak berpikir kritis? Sebelum membiasakan anak, maka biasakanlah diri kita sendiri untuk melakukannya. (*)
Ajari Anak Melakukan Analisa AGAR anak mempunyai kemampuan untuk selalu berpikir kritis ada sejumlah hal yang harus dilakukan orangtua. Termasuk melatih anak untuk melaksanakan langkah-langkah yang bisa membantu anak menumbuhkan impian untuk selalu berpikir kritis. Lantas, apa saja yang bisa dilakukan orangtua untuk membantu anak? Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan:
a. Analisa Proses analisa melibatkan kemampuan untuk memecah isu kedalam bagian-bagian yang lebih kecil. Pertanyaan-pertanyaan yang sanggup diajukan antara lain, tentukan perbedaan dua hal atau benda, jelaskan, bandingkan, pisahkan, kelompokkan, susun, dan sebagainya. Misalnya apa perbedaan antara telur katak dan telur ayam?
b. Sintesa Proses sintesa melibatkan kemampuan menerapkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya dan kecakapan untuk memadukan bagian-bagian isu menjadi suatu contoh baru.
Hal ini bisa diterapkan dengan mengajukan pertanyaan menyerupai perpaduan atau kombinasi dua hal atau benda. Susunlah kembali, gantilah sesuatu dengan yang lain, coba ciptakan, rancanglah, temukanlah, apa yang terjadi bila terjadi perubahan, dan sebagainya.
Misalnya apa yang kira-kira akan terjadi bila seekor sapi mengerami telur?
c. Evaluasi Proses penilaian melibatkan kemampuan untuk memutuskan atau memilih menurut kriteria yang ada, tanpa mempedulikan balasan tersebut benar atau salah. Dalam hal ini yang dilatih yaitu kemampuan nalar (reasoning) si anak bila harus menilai suatu fakta menurut kriteria tertentu.
Gunakan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: taksirlah, tentukanlah, ukurlah, pilihlah, coba simpulkan, bandingkanlah, dan sebagainya. Contoh pertanyaannya, apa persamaan secara umum yang terdapat pada hewan-hewan yang mengerami telur? Seandainya Presiden Sukarno tidak pernah hidup, perbedaan sejarah apakah yang sekiranya akan terjadi pada bangsa kita? (ndy)