TruebusNews - Salah satu topik yang paling sering ditanyakan oleh pembaca yang menelepon atau mengirim email ke saya ialah bagaimana cara menciptakan media tanam untuk tabulampot ?, beberapa di antara mereka mengeluhkan perkara pertumbuhan tumbuhan yang sangat lambat, tumbuhan yang terlalu cepat layu meski sering disiram, media tanam yang mengeras meski sering didangir, dan sebagainya.
Jika hal ini ditanyakan ke nursery tempat orang biasanya memperoleh sarana untuk menanan dan berkebun, maka tanggapan tiap nursery akan berbeda-beda, lantaran mereka memiliki kebiasaan sendiri untuk memformulasi media tanam untuk tumbuhan yang mereka jual, di sisi lain komposisi media tanam tersebut tentu saja akan berbeda antara untuk tumbuhan yang dikoleksi sendiri dengan tumbuhan yang dipajang untuk dijual.
Media tanam untuk tumbuhan yang akan dijual biasanya dibentuk seringan mungkin dengan mengurangi jumlah tanah dan memperbanyak proporsi materi lainnya ibarat sekam,cocopeat, cocofiber, cocoblock, kompos bernafsu dedaunan, serbuk arang, pecahan arang, serbuk kayu hasil gergajian, serta serasah tumbuhan (cincangan akar, ranting, dan daun). Tujuannya tentu saja ialah efisiensi untuk menekan biaya per satuan jumlah bibit serta memperingan bobot tumbuhan secara keseluruhan biar memudahkan dalam proses pengiriman ke tempat atau tempat yang jauh, bahkan pengiriman antar pulau.
Media tanam tabulampot sebaiknya harus dilihat dalam konteks bahwa media tanam harus bisa memperlihatkan donasi optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sehingga pada kesannya media tanam harus bisa memperlihatkan donasi secara fisik, kimia, maupun biologis. Dukungan fisik ialah kemampuan media tanam dalam memperlihatkan ruang tumbuh optimal bagi akar, menyediakan proporsi pori makro bagi penyediaan air/lengas tanah serta proporsi pori makro bagi penyediaan oksigen untuk pernafasan akar. Keadaan ideal ibarat ini hanya bisa terjadi bila dilakukan modifikasi terhadap struktur tanah. Struktur mampat pada tanah harus dimodifikasi biar struktur menjadi lebih remah (crumb), sementara struktur tanah lepas harus dimodifikasi juga biar menjadi lebih remah sehingga bisa “dipegang” oleh akar tanaman.
Secara kimiawi, media tanam juga harus memperlihatkan donasi dengan kemampuaannya menerima, mengikat dan melepaskan unsur hara alami yang dikandungnya maupun penambahan unsur hara yang diberikan dalam bentuk pupuk, baik organik maupun anorganik. Dan yang terakhir ialah donasi biologis media tanam yang diwujudkan dalam bentuk tersedianya ruang tumbuh yang optimal bagi kehidupan mikrobia-mikrobia tanah untuk menjalankan aktifitas kehidupan dalam membongkar materi atau senyawa organik di dalam media tanam. Hasil selesai dekomposisi materi atau senyawa organik ialah berupa hara-hara yang sangat penting dan sangat diperlukan oleh tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal.
Jika melihat ukuran pot yang terbatas, media tanam harus dibentuk subur secara fisik, subur secara kimia dan tentu saja subur secara biologis biar keterbatasan volume dalam pot tersebut bisa memperlihatkan donasi optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Ketiga kesuburan tersebut bisa diperoleh dengan memodifikasi media tanam dengan mencampurkan beberapa materi dengan proporsi tertentu. Berdasarkan pengalaman, saya biasa menciptakan media tanam dengan 3 materi utama, yakni tanah, pupuk kandang, dan sekam padi.
Di Indonesia yang beriklim tropis, variasi jenis tanah menjadi sangat banyak dengan kandungan fraksi tanah dan tingkat kesuburan yang berbeda. Fraksi penyusun tanah terdiri dari fraksi lempung yang bersifat liat (sehingga sering disebut sebagai tanah liat), fraksi debu yang simpel terdispersi oleh air, serta fraksi pasir pada tanah-tanah yang berdekatan dengan gunung berapi aktif. Kandungan fraksi lempung, fraksi debu, dan fraksi pasir pada setiap jenis tanah tentu saja berbeda-beda. Ada jenis tanah yang secara umum dikuasai berisi fraksi lempung (biasanya berwarna hitam, kehitaman, merah, merah kecoklatan), secara umum dikuasai berisi fraksi debu (berwarna coklat muda, coklat kekuningan), serta tanah dengan fraksi pasir yang secara umum dikuasai (berwarna hitam keabuan).
Dari bermacam-macam jenis tanah yang berbeda-beda kandungan fraksi penyusun tanahnya, ditemukan beberapa jenis tanah dengan komposisi lempung, debu, dan pasir yang seimbang. Tanah –tanah dengan komposisi seimbang ini relatif lebih simpel bila dijadikan adonan media tanam, namun ketersediaannya hanya terbatas di daerah-daerah tertentu saja. Yang paling simpel ialah memakai tanah setempat yang berasal dari tempat sekitar tempat tinggal kita. Sebagai panduan sederhana, gunakan panduan warna tanah yang ada di sekitar kita untuk melihat tingkat kesuburannya secara visual. Semakin renta warna tanah maka semakin tinggi tingkat kesuburan kimianya lantaran tanah-tanah tersebut tergolong tanah yang sudah mengalami perkembangan yang lanjut selama jutaan tahun, demikian pula sebaliknya.
Pupuk sangkar sebagai komponen kedua bisa diperoleh dari kotoran ternak ibarat sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, maupun kelinci. Kotoran ternak unggas tidak direkomendasikan untuk dipakai sebagai komponen pencampuran lantaran sifatnya yang simpel sekali memadat dan menciptakan media tanam menjadi keras dikala media tanam kekurangan air dalam waktu panjang. Kotoran dari ternak unggas hanya disarankan untuk diberikan sebagai epilog (topping) pada potongan atas media tanam, itupun dalam jumlah yang terbatas.
Gunakan pupuk sangkar yang sudah terurai (matang) secara alami dari sangkar ternak atau pupuk sangkar yang sengaja difermentasikan (didekomposisikan) memakai mikrobia pengurai (decomposer) yang lazim dibentuk oleh peternakan besar untuk memanfaatkan kotoran ternak sebagai hasil samping. Pupuk sangkar yang matang secara alami (dalam jangka waktu relatif lama) maupun yang sengaja didekomposisikan (dalam jangka waktu singkat) memiliki rasio Carbon/Nitrogen rendah, kurang dari 20, sementara kotoran ternak segar pada umumnya memiliki rasio C/N lebih dari 40. Semakin tinggi rasio C/N, semakin berbahaya penggunaan pupuk sangkar tersebut bagi tumbuhan lantaran pada kondisi tersebut, proses dekomposisi pupuk sangkar masih berlangsung, Bakteri menguraikan carbon dari dalam pupuk sangkar dengan mengambil nitrogen sebagai sumber energi utamanya.
Jika pupuk sangkar masih segar atau setengah matang dipakai sebagai materi pencampur media tanam, maka dalam proses dekomposisi yang masih berlangsung tersebut, basil pengurai akan memakai semua nitrogen yang terkandung dari dalam pupuk kandang, serta mengambil nitrogen dari sumber-sumber lainnya, yaitu dari adonan tanah di dalam media tanam. Sementara bila proses dekomposisi belum juga selesai, maka basil pengurai akan mengambil nitrogen dari dalam tumbuhan sehingga nitrogen akan keluar dari dalam sel-sel, dimulai dari sel-sel daun pada potongan ujung tanaman. Keluarnya nitrogen dari dalam sel ini disebut dengan istilah plasmolisis yang mengakibatkan tanda-tanda ibarat daun terbakar (burning) di potongan tepi menuju ke potongan tengah daun. Itu sebabnya, sebagian orang memberi istilah “pupuk panas” untuk menjelaskan fenomena tersebut.
Dalam kondisi parah, tumbuhan akan mengering dan mati total lantaran hampir semua sel-sel tumbuhan mengalami plasmolisis, sementara pada kondisi ringan sampai sedang, daun yang terbakar akan gugur, namun tumbuhan akan pulih dengan memunculkan tunas-tunas gres kembali, meski proses pemulihannya akan berlangsung cukup lama. Jika memakai pupuk sangkar yang dibeli, pastikan bahwa pupuk sangkar tersebut tidak berbau, berwarna coklat kehitaman, serta remah dengan kandungan kadar air yang cukup rendah. Jika pupuk tersebut dijual dalam kemasan plastik, pastikan bahwa di labelnya tertera angka rasio C/N kurang dari 20. Penggunaan pupuk sangkar pada media tanam bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik media tanam dengan mengubah struktur tanah berat menjadi lebih remah, sementara pada tanah-tanah ringan, pupuk sangkar berfungsi untuk mengikat fraksi penyusun tanah yang simpel terpecah, menjadi bentuk dengan struktur yang lebih kuat.
Hasil dekomposisi pupuk sangkar bisa memasok hampir semua unsur hara yang diperlukan oleh tanaman, dan pemberian pupuk sangkar pada media tanam berarti memperkaya kandungan mikrobia yang bermanfaat pula bagi tanaman. Kandungan hara yang terkandung pada pupuk sangkar bervariasi dari tempat dan waktu yang berbeda, jenis ternak serta ransum atau pakan yang dikonsumsi oleh ternak, namun perbedaan kandungan haranya kurang nyata, umumnya berada dalam kisaran yang hampir sama.
Komponen ketiga ialah sekam padi yang aneka macam terdapat di seluruh penjuru tanah air, khususnya di sentra-sentra produksi padi. Sebagai materi organik yang cukup lambat urai, sekam ialah pilihan terbaik sebagai salah satu komponen penyusun media tanam tabulampot, terlebih bila dikaitkan dengan ketersediaannya yang melimpah, harga yang relative sangat murah, dan penggunaannya dalam media tanam mengakibatkan total berat media tanam menjadi lebih ringan sehingga selain berfungsi untuk menunjang pertumbuhan tananam, tabulampot juga menjadi lebih simpel dipindah-pindahkan sesuai dengan kebutuhan.
Penambahan sekam padi pada media tanam tabulampot lebih berujuan untuk memperbaiki porositas (kemampuan meneruskan air) sekaligus memodifikasi jumlah pori makro maupun pori mikro dalam media tanam. Modifikasi pori ini ialah wujud selesai dari kombinasi antara jenis tanah, jumlah pupuk kandang, serta jumlah sekam yang dipakai untuk menciptakan media tanam, semakin berat tanah yang dipakai maka semakin banyak jumlah sekam yang digunakan, demikian sebaliknya.
Sekam segar relatif lebih simpel didapatkan dibanding sekam bakar yang memerlukan pengolahan lebih lanjut. Hindari penggunaan sekam yang berasal dari pengolahan padi yang belum usang dipanen lantaran pada umumnya masih mengandung biji padi yang lolos dari proses penggilingan, dan bila sekam ini dipakai sebagai adonan media tanam akan memunculkan banyak tunas-tunas padi yang akan berkecambah beberapa hari sehabis sekam digunakan. Selain itu, sekam gres ini umumnya masih mengandung banyak pecahan beras yang bila berada dalam kondisi berair di dalam media tanam akan menjadi substrat bagi pertumbuhan jamur.
Contoh sederhana ialah dikala merobekpolybag tumbuhan yang hendak di-repotting, sering terlihat miselia jamur berwarna putih di potongan bawah atau samping media tanam yang diselubungi oleh akar. Pilih sekam yang berwarna agak kusam sebagai tanda bahwa sekam tersebut berasal dari proses penggilingan padi yang sudah lama. Jika sekam bakar tersedia dalam jumlah banyak, kombinasikan sekam segar dan sekam bakar sebagai materi campuran, dan untuk mendukung estetika tabulampot, sekam bakar yang dicampur pupuk sangkar halus sanggup dipakai sebagi topping setebal 2-3 cm pada potongan atas media tanam.
Toppingtabulampot ibarat ini akan terlihat lebih elok dan rapi dibanding topping yang terbuat dari sekam segar. Namun terkadang ketersediaan sekam bakar relatif lebih sulit lantaran diperlukan proses aksesori untuk mengubah sekam segar menjadi sekam bakar, maka untuk topping sanggup dibentuk dengan menaburkan pupuk sangkar halus secukupnya di potongan atas media tanam. Sekam bakar sendiri bekerjsama ialah arang sekam yang dibentuk dari sekam segar dengan proses sederhana, Tidak ada keunggulan konkret bila membandingkan sekam bakar dengan sekam segar, selain keunggulan sterilitasnya yang lebih baik.