TruebusNews - Periode berbunga dan berbuah suatu tumbuhan yakni dikala yang paling ditunggu oleh penanam lantaran keinginan terbesar penanam yakni memanen buah dari tumbuhan yang sudah dirawat dengan baik dan dalam kurun waktu yang cukup panjang. Namun, keinginan ini terkadang tidak menjadi kenyataan lantaran bunga rontok dan berguguran sebelum berkembang sempurna, menjelma bakal buah. Kalaupun berubah, bakal buah yang terbentuk hanya berjumlah sangat sedikit.
Secara umum, kerontokan bakal buah pasca persarian bunga, disebabkan lantaran beberapa faktor :
Kerontokan lantaran faktor fisiologis kimiawi :
Kandungan nutrisi, khususnya hara fosfat (P) dan kalium (potassium = K) yang terbatas dalam tanah atau media tanam tabulampot menjadi faktor penyebab utama kerontokan bunga dan bakal buah atau buah yang sedang mengalami proses pembesaran. Jika kandungan kalium dalam tanah sangat terbatas, maka kerontokan buah akan menjadi lebih banyak. Kerontokan buah ini akan semakin parah bila pasokan air dari dalam tanah ke tumbuhan juga terbatas. Jika kerontokan buah disebabkan oleh faktor malnutrisi kalium, maka pemberian pupuk kalium, baik dalam bentuk tunggal (Kalium Chloride, KCl) maupun dalam bentuk beragam (Kalium nitrate, KNO3) sanggup menjadi solusi untuk mengatasi kerontokan buah.
Pemberian pupuk yang mengandung kalium harus dilakukan seawal mungkin, sebelum pembungaan berlangsung dan pasca persarian selesai sehingga pemanfaatan unsur hara oleh tumbuhan sanggup terjadi secara optimal. Pada beberapa kasus, pemberian pupuk fosfat yang dikombinasikan dengan kalium (pupuk NKP, mono kalium phosphate, KH2PO4 misalnya) sangat membantu tumbuhan untuk berbunga dan berbuah dengan normal lantaran pasokan kalium diberikan dalam jumlah lebih sedikit, namun diberikan bersamaan dengan pemberian fosfat yang sangat dibutuhkan tumbuhan dikala memasuki periode vegetatif untuk berbunga dan berbuah.
Pasokan air sebagai salah satu komponen utama dalam proses fotosintesis juga akan sangat membantu mencegah timbulnya duduk kasus kerontokan bakal buah. Pasokan air yang cukup jangan diartikan bahwa tumbuhan harus mendapat air dalam jumlah berlebihan, namun harus dimaknai bahwa kondisi tanah di sekeliling media tanam haruslah selalu berada dalam keadaan lembab (bukan becek, apalagi tergenang), untuk memastikan bahwa pasokan air selalu tersedia dikala dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses persarian, pembesaran dan pemasakan buah. Ketersediaan kalium dan fosfat yang baik akan lebih bermakna bagi tumbuhan bila ketersediaan air juga mencukupi, sehingga proses pembentukan dan pengisian buah akan berlangsung dengan baik pula.
Kerontokan lantaran faktor biologis
Pasca persarian bunga, seharusnya diikuti oleh pembentukan bakal buah yang akan berkembang menjadi buah sempurna, namun sering terjadi bakal buah rontok lantaran terjangkit beberapa jenis hama maupun penyakit buah. Hama-hama ini umumnya menyerang, dimulai pada dikala pembentukan kelopak bunga sampai pembentukan bakal buah pasca persarian bunga. Beberapa hama berwujud ulat yang memakan bakal buah yang gres terbentuk, hama penggerek berupa serangga yang menghisap cairan sel bakal buah yang gres terbentuk, serta bermacam-macam jenis kutu penghisap cairan sel yang mengeluarkan homogen madu yang disukai oleh semut.
Simbiosis antara kutu dengan semut ini menjadikan tanda-tanda lapisan hitam (embun jelaga) di sekujur bakal buah dan daun di sekelilingnya. Selain merusak buah muda, tampilan tumbuhan secara keseluruhan juga menjadi buruk lantaran lapisan jelaga hitam terlihat mengotori tanaman. Selain itu, jelaga hitam juga menghalangi daun tumbuhan untuk berfotosintesis dengan normal, dan mengurangi jumlah fotosintat yang terbentuk untuk disimpan sebagai cadangan materi kering (biomassa) di dalam badan tanaman.
Kerontokan lantaran faktor fisik
Di trend penghujan dengan curah hujan yang tinggi, yang mengguyur terus-menerus dengan intensitas jangka waktu panjang, menjadi penyebab utama rontoknya bunga atau bakal buah pasca persarian. Dalam kondisi basah, benangsari (alat kelamin jantan pada bunga) lengket satu sama lain lantaran terikat oleh air, benangsari tidak sanggup bertemu dan membuahi kepala putik (alat kelamin betina pada bunga).
Sebaliknya di trend kemarau, suhu panas yang ekstrim disertai dengan dampak kelembaban yang rendah di siang hari, juga menjadi faktor fisik penyebab kegagalan persarian, lantaran pada suhu ekstrim, viabilitas atau daya hidup dan vigor benangsari menjadi sangat rendah (singkat) sehingga sulit bagi benangsari untuk tetap viabel dan membuahi kepala putik. Akibat kedua penyebab utama ini, bunga karenanya layu dan gagal membentuk bakal buah lantaran proses persarian bunga tidak berlangsung secara normal.
Selain faktor-faktor tersebut di atas, pada tanaman-tanaman tertentu, terdapat selisih waktu yang cukup kasatmata antara pemasakan benang sari (alat kelamin jantan) dan kepala putik (alat kelamin betina), artinya, benang sari masak lebih awal atau bahkan masak lebih lambat dari masaknya kepala putik. Perbedaan waktu pemasakan inilah yang menjadi penyebab kegagalan persarian pada tumbuhan lantaran benang sari tidak sanggup membuahi kepala putik. Akibatnya, bunga eksklusif layu beberapa waktu sehabis bunga mekar.
Pemberian beberapa senyawa kimia, contohnya gibberelic acid (GA3), sanggup merangsang terjadinya pemasakan benangsari yang serempak dengan pemasakan kepala putik atau sebaliknya, yang bertujuan untuk meningkatkan persentase keberhasilan persarian/pembuahan dan pada karenanya akan meningkatkan pula persentase bunga menjadi bakal buah. Aplikasi GA3 konsentrasi sangat rendah (misalnya, kurang dari 200 ppm/bpj : cuilan per juta) sanggup dilakukan sebelum atau pada dikala masa pembungaan berlangsung, diaplikasikan dengan cara penyemprotan bakal bunga maupun dengan cara pengocoran ke akar tanaman, akan sangat tergantung kepada jenis tumbuhan yang diperlakukan.
Pada beberapa tanaman, kegagalan persarian bunga dan tentu saja tidak akan diikuti oleh pembentukan bakal buah juga sanggup terjadi lantaran ketidak hadiran serangga penyerbuk (entomogami), sehingga relatif sulit bagi benang sari bunga untuk menyerbuki kepala putik. Peranan angin sebagai salah satu penyebab terjadinya persarian bunga (anemogami) juga minimal, sehingga perlu dilakukan penyerbukan buatan dengan dukungan tenaga manusia, rujukan pada tumbuhan panili, beberapa varietas salak, serta varitas buah naga.
Benangsari dari bunga yang mekar diambil memakai kuas dan benangsari yang terkumpul kemudian dikuaskan ke kepala putik dikala kepala putik siap untuk dibuahi, sementara pada salak diambil bunga jantan yang matang dan dilekatkan sambil dioles-oleskan ke bunga betina biar terjadi persarian atau perkawinan.
Dengan proses artifisial ini dibutuhkan terjadi persarian bunga dan dari persarian tersebut tentu saja dibutuhkan muncul bakal buah yang akan berkembang menjadi buah sempurna. Tanpa persarian buatan, bunga akan mekar kemudian kemudian layu dan rontok begitu saja.