PENDIDIKAN merupakan satu kebutuhan yang tak bisa diabaikan bagi setiap orang termasuk anak-anak. Hanya saja, dikala ini tidak sedikit orang beranggapan bahwa pendidikan hanya bisa diperoleh dengan jalur formal yakni melalui forum pendidikan ibarat sekolah.
Yang terjadi balasannya para orangtua berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah sedini mungkin tanpa mempertimbangkan kesiapan anak. Sebut saja anak berusia lima tahun koma sekian sudah memakai seragam merah putih.
Memasukkan anak ke sekolah semenjak dini bukan sesuatu yang salah sepanjang anak memang sudah benar-benar siap secara fisik maupun mental. Sebab, setiap anak mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Hal itulah kenapa standar usia yang pas memasukkan anak ke sekolah sifatnya subyektif atau tak ada patokan pas.
"Untuk mengetahui kesiapan anak apakah sudah bisa memulai pendidikan di sekolah dasar, orangtua bisa melaksanakan tes kematangan pada anak. Tes ini bisa dilakukan dikala anak berusia sekitar 5,5 tahun yakni dengan pertolongan psikolog," terperinci Evy Rakryani, Psikolog Anak kota Batam.
Perlunya tes tersebut alasannya yakni kematangan anak tidak bisa dipaksakan. Misalnya meskipun secara fisik anak terlihat telah matang, secara psikologinya belum tentu sudah matang juga. Dan melalui tes kematangan akan diketahui apakah anak memang benar-benar sudah siap untuk duduk di dingklik sekolah dasar.
Sebagai panduan, orangtua bisa juga melihat kesiapan anak dari kemampuan yang dimilikinya. Misalnya sudah bisa duduk membisu dalam jangka waktu minimal 15 menit dan kemampuan motorik halusnya juga sudah bekerja dengan baik.
"Saat orangtua menetapkan untuk memasukkan anak ke sekolah, sebaiknya mempertimbangkan kesiapan anak dibandingkan memikirkan gengsi atau sekadar coba-coba," jelasnya. (*)
Pastikan Kurikulum Sesuai Kebutuhan SELAIN mempertimbangkan kesiapan terutama dalam hal kematangan, orangtua juga harus memastikan kurikulum sekolah sesuai dengan kebutuhan anak. Khususnya dikala ingin memasukkan anak ke sekolah taman kanak-kanak atau playgroup.
"Keputusan memasukkan anak ke playgroup pada usia dua hingga empat tahun merupakan perjuangan orangtua untuk menstimulasi anak memasuki dunia yang lebih luas. Yakni dengan berteman, bergaul, dan kenal dengan orang diluar rumah," terperinci Evy Rakryani, Psikolog Kota Batam.
Mengingat tujuan utama memasukkan anak ke playgroup yakni bersosialisasi dan berteman, anak dihentikan dijejali dengan pelajaran akademik ibarat mempelajari karakter atau angka. Sebab, fokus utama bagi anak playgroup yakni proses sosialisasi dan berteman.
Lain halnya bila anak berada di dingklik TK. Meski pelajaran utama anak masih berkisar pada permainan, anak sudah bisa dikenalkan pada karakter dan angka. Tentu saja penyampaiannya sebagaimana layaknya anak bermain. Misalnya dengan menghubungkan titik-titik menjadi garis yang membentuk karakter atau angka.
"Proses mencar ilmu bawah umur Taman Kanak-kanak harus benar-benar dihadirkan dalam suasana bermain. Sehingga jangan hingga selama proses mencar ilmu anak diharuskan duduk, diam, dan menulis. Bukan itu saja, dalam jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak juga tak boleh ada evaluasi atau menetapkan siapa yang bakir atau tidak pintar. Karena anak bisa down dengan adanya evaluasi tersebut," jelasnya.
Lain halnya bila evaluasi tersebut diberikan melalui laporan perkembangan anak. Misalnya bagaimana perkembangan anak dalam bersosialisasi, berteman, dan sebagainya. Laporan yang diberikan pun dihentikan pakai angka tapi pakai karakter ibarat A, B, C atau K.
Banyaknya hal-hal yang harus dihindari dan diperhatikan dalam setiap jenjang pendidikan anak tersebut menciptakan orangtua harus jeli dan teliti dalam menentukan sekolah yang sempurna untuk anaknya.
Apalagi, setiap anak mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda. Ada anak yang sudah tidak mau lagi bermain-main tapi sudah ingin belajar, ada juga yang sebaliknya. Sehingga, tugas orangtua untuk selektif dalam menentukan sekolah dengan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan anak sangat penting. (*)
Jangan Hanya Andalkan Lembaga Pendidikan MEMILIKI anak bakir dan cerdas tidak lepas dari banyaknya stimulasi yang diberikan pada anak. Khususnya dikala anak memasuki masa golden age yakni lima tahun pertama kehidupan anak. Jika selama masa ini anak mendapatkan stimulasi yang maksimal, maka kecerdasan anak akan bisa terbentuk secara optimal.
"Untuk bisa memperlihatkan stimulasi pada anak, orangtua dihentikan hanya mengandalkan forum pendidikan ataupun sekolah. Sebab, dikala bermain dengan anak, orangtua bisa terus memperlihatkan stimulasi yang aktual untuk merangsang kecerdasan anak," terperinci Evy Rakryani, Psikolog Anak kota Batam.
Itu alasannya yakni biasanya pada masa ini golden age, anak mempunyai konsentrasi 100 persen dalam ingatannya dikala mendapatkan informasi. Dan yang paling penting dalam memperlihatkan stimulasi harus diadaptasi dengan kebutuhan anak.
Pada masa prasekolah misalnya. Umumnya pada masa ini terjadi perkembangan pesat pada kemampuan motorik bernafsu dan halus yang sudah mulai terlihat spesifik dan akurat. Anak juga sudah bisa mengelompokkan benda menurut warna atau bentuknya.
Masa prasekolah memasuki tahap masa simbolik, artinya anak memindahkan objek yang dilihatnya ke dalam ingatannya dan sanggup menyebutkan atau menggambarkan kembali tanpa harus melihat benda tersebut.
Pada masa ini orangtua harus lebih berkonsentrasi pada perkembangan kemampuan motorik anak. Dengan melatih otot-otot motorik, anak mempunyai cukup bekal untuk mencar ilmu di sekolah. Sebenarnya ketika anak melompat, bangun di papan titian, bermain mobil-mobilan, atau berlari tak hanya sekedar bermain tapi juga melatih konsentrasinya.
Beberapa acara yang juga bisa dilakukan orangtua untuk menyebarkan kemampuan anak antara lain melatih kemampuan motorik halus anak dengan memegang sendok sendiri ketika makan, bermain lego dan puzzle, melaksanakan permainan yang menciptakan anak melaksanakan acara berguling atau menggenggam sesuatu.
Bermain dengan kuas untuk melukis serta memperkenalkan peralatan tulis pada anak ibarat krayon, pensil dan kuas juga bisa dilakukan untuk melatih motorik halus anak.
Sementara stimulasi untuk menyebarkan kemampuan motorik bernafsu sanggup dilakukan dengan cara menggerakkan mainan dari atas ke bawah, contohnya bermain pesawat mainan, bisa juga dengan acara melompat, berlari, berjalan, memanjat susunan tangga, berenang, dan bermain musik.
Untuk merangsang kemampuan intelektual sanggup dilakukan dengan memperkenalkan bahasa sedini mungkin. Caranya, berinteraksi dengan bayi dikala menyusui, mengganti popok atau menggendongnya. Saat balita, selain sanggup menambah perbendaharaan katanya, anak akan lebih mengerti kata-kata yang Anda ucapkan.
Bernyanyi juga bisa menjadi cara semoga anak lebih gampang mencar ilmu dengan kata-kata yang berirama. Sementara membacakan kisah sanggup menstimulasi kemampuan bahasa anak. Bahkan, jika bisa ajak anak menciptakan kisah sendiri dengan gambar, goresan pena atau bercerita. (*/berbagai sumber)